Pada tulisan kali ini, saya akan mencoba menceritakan sebuah coretan
‘sejarah’ yang terukir dalam hidup saya pada hari Sabtu, 18 Desember
2010. Pukul 16.30, kaki ini menapaki shelter busway Masjid Agung yang
terletak di daerah Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Saat itu saya habis
mengikuti sebuah acara yang sangat luar biasa! Ah, mungkin sekarang
belum saatnya untuk diceritakan. Kalau yang sudah baca novel
“Nibiru”-nya Kang Tasaro GK, aktivitas saya seharian itu ibarat Dacca
Suli yang tengah melatih ‘pughaba’-nya di Bhepomany. Hehe, yang belum
baca “Nibiru”, segera baca aja deh! Saya juga belum selesai. Baru sampai
bab 5. Karena memang butuh waktu yang ‘pas’ untuk membaca Nibiru.
Selain karena pesan tersirat yang harus dicari. Novel ini juga
dilengkapi dengan Bahasa Kedhalu yang sangat misterius, teka-teki yang
mesti dipecahkan! Kok jadi promosi Nibiru? Lanjut dengan kisah sejarah
di hari Sabtu kemarin.
Dari halte busway tersebut saya naik busway sampai shelter Dukuh Atas
jurusan Pulo Gadung. Saya turun di shelter Matraman untuk transit dan
selanjutnya naik busway jurusan PGC. Saat naik busway jurusan PGC inilah
mungkin peristiwa itu terjadi, entah di haltenya atau di buswaynya.
Sabtu itu saya memang sengaja mengenakan tas punggung karena bawa si
T-ONE (nama laptop mini saya). Sepanjang perjalanan sejak berangkat dari
kos tadi pagi, tas itu selalu saya gendong di depan. Agar aman, pikir
saya.
Saat berada di shelter Matraman, calon penumpang busway jurusan PGC
memang membludak. Masuk ke buswaynya juga berdesak-desakan. Saya
berdiri, tak dapat tempat duduk. Waktu itulah saya menyadari. Retsleting
tas saya terbuka. Degh! Saya langsung merogoh ke dalam retsleting itu
untuk memastikan sebuah barang yang tadi saya taruh di situ. Benar saja,
barang itu tidak saya temukan.
Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji'uun. Allaahumma laa ya'tii
bilhasanaati illaa anta wa laa yadzhabu bissayyi'aati illaa anta wa laa
haula wa laa quwwata illaa billaah.
Sesunggguhnya kami adalah kepunyaan Allah dan kami akan kembali
kepada-Nya. Ya Allah tiada yang mendatangkan kebaikan-kebaikan
selain-Mu, dan tiada yang menghilangkan kejahatan-kejahatan selain-Mu
pula. Tiada daya upaya dan kekuatan selain dengan Allah.
Saya berusaha untuk tenang. Hmm, mungkin saya memasukkan barang itu ke
retsleting yang lain. Sampai di shelter Gelanggang Remaja, saya turun.
Sambil berjalan keluar shelter, saya geledah tas saya. Nihil. Blackberry
itu sudah berpindah tangan.
Saya terkenang dengan kejadian sekitar empat tahun yang lalu. Saat itu
saya baru semester dua di Jurusan Matematika FMIPA UNS. Entah tanggal
berapa, pagi itu saya tiba di Solo setelah mudik. HP Nokia 2100 saya
dicopet orang saat perjalanan Wonogiri-Solo. Sampai di kos, saya sholat
Dhuha dan pasca itu saya menangis. Mengapa saya menangis? Ya, karena
menurut saya (waktu itu), HP tersebut sangat berharga karena saya beli
sendiri dari hasil saya mengajar privat. Saya sedih sekali waktu itu.
Kalau diingat sekarang sih, saya malah tersenyum.
Kali ini, apakah saya menangis karena Blackberry itu hilang? Ya, setelah
sampai di kos, saya keluarkan semua barang di tas punggung saya
tersebut. Hasilnya tetap nihil. Waktu Maghrib datang, setelah sholat
Maghrib itulah saya menangis. Mengapa saya menangis? Apakah saya
bersedih? Ya, saya menangis. Tapi saya menangis karena bahagia. Lhoh,
mengapa saya malah bahagia? Ya, karena peristiwa tersebut menandakan
bahwa Allah masih sangat sayang dengan saya. Allah masih ‘perhatian’
dengan saya. Saya sangat bersyukur akan hal ini. Karena saya yakin,
setiap kejadian pasti ada hikmahnya dan setiap yang ada pada diri kita
(khususnya yang sifatnya materi, itu hanyalah titipan dari Allah yang
sewaktu-waktu dapat diambil-Nya kembali).
Setelah itu, saya telepon Norma (my supertwin) dan menceritakannya. Dia
memberi saya motivasi, hampir sama dengan self motivation yang saya
lakukan pada diri saya sendiri. Pembahasan tentang Blackberry yang
hilang hanya berlangsung beberapa menit, malahan obrolan berlanjut pada
rencana pembuatan buku yang akan segera kami realisasikan tahun depan.
Kami telepon-teleponan sambil ketawa-ketiwi dan saling menyemangati.
Hmm, saling mentransfer energi positif-lah, begitu istilahnya!
Malam itu, saya meminta Norma menceritakan pada keluarga di rumah karena
kebetulan dia pas lagi mudik. Mengapa saya tidak menceritakan sendiri?
Pertama, saya tidak ingin ibuk dan Babe terlalu ‘kepikiran’. Kedua,
kalau saya telepon ibuk/Babe dalam kondisi seperti itu, malahan saya
akan menangis sedih!
Keesokan harinya ibuk SMS, “AW2, sdang pa mbk? Kt D’Nung kmarin HP mbk
Tic diambil orang y?diiklaskan aja y (blm rjekinya)”. Langsung saya
balas, “Wa’alaykumslm. Lagi di nikahan temen. Iya, mam, pasti banyak
hikmahnya kok... Ibuk membalas lagi, “Iya, ambil hikmahnya aja ya!”. Aku
balas lagi, “Insya Allah, diganti dengan yang lbh baik kok..”.
Alhamdulillah, keluarga memang sumber ‘kekuatan’ kita yang luar biasa.
Menyikapi kejadian ini, saya mencoba merenung dan mengklasifikasi hikmah
di balik kejadian ini ke dalam tiga hal.
1. Kejadian ini adalah UJIAN bagi saya.
- Daripada menyebutnya ‘musibah’, saya lebih suka menyebutnya dengan
‘ujian’. Ya, seperti saat kita sekolah dulu, ‘ujian’ adalah salah satu
sarana kita untuk ‘naik kelas’. Ujian adalah sebuah tantangan yang
harus kita taklukkan. Kalau kita berhasil melewatinya, maka kita akan
menjadi pemenang!
“Tidak ada satu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin
Allah. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan
memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala
sesuatu.”(Q.S. At-Taghabun : 11).
2. Kejadian ini adalah TEGURAN bagi saya.
Allah menegur saya karena bisa jadi saya sering lalai. Mungkin saat
punya BB itu, ada beberapa hal yang telah saya lakukan yang membuat
Allah ‘tidak suka’, misalnya saja :
- Lebih suka buka BB daripada buka Al-Qur’an
- Lebih suka BBM-an daripada menambah hafalan Qur’an
- Mungkin saja, tanpa saya sadari, ada rasa riya’ dalam diri karena memiliki BB itu
- Dulunya BB ini adalah hadiah dari tiga orang yang cukup berpengaruh
dalam hidup saya di Jakarta. Bisa jadi, tanpa disadari, dulu saat
pertama kali menerimanya, saya kurang bersyukur atau saya berterima
kasih hanya secara lisan. Sedang batin berujar, “Kok cuma BB Gemini
sih?” Bisa jadi seperti itu.
Itulah asumsi-asumsi sebagai bahan muhasabah saya, bisa jadi
kenyataannya lebih banyak dari itu. Astaghfirullah... saatnya untuk
berbenah!!!
Allahummarzuqnii nafsan muthma'innatan tu'munu biliqaa'ika wa tardhaa biqadhaa'ika
Ya Allah, berilah kami hati yang tenang, yang beriman akan saat perjumpaan dengan-Mu dan ridha menerima segala ketetapan-Mu
3. Kejadian ini adalah NIKMAT bagi saya
- Tanpa bermaksud memutuskan tali silaturahim (saya tidak pernah
berpikir untuk itu!), saya pernah berdoa pada Allah karena beberapa
waktu yang lalu saya sempat mendapat ‘gangguan’. Awalnya, saya memang
akan ganti nomor HP saja. Tapi kemudian saya berpikir, kalau hanya
gara-gara ‘gangguan’ itu saya sampai ganti nomor HP, berarti saya
‘kalah’! Akhirnya, saya memohon pada Allah agar diberi cara yang
terbaik. Mungkin, cara inilah yang Allah berikan sebagai solusi. Allah
mengirimkan seseorang yang tidak saya kenal dan mengambil BB itu tanpa
sepengetahuan saya. Lebih tepatnya, BB sekaligus nomor M3 saya. Oleh
karena itu, saya memutuskan untuk tidak menggunakan nomor 085647122037
lagi. Semoga saja ‘gangguan’ itu tidak datang lagi. Aamiin...
- Selain itu, saya bisa menghemat uang lebih banyak. Saat memakai BB,
saya harus mengeluarkan Rp 30.000,- per minggu untuk biaya aktivasi.
Memang sih, dari segi pemanfaatan internet sangat membantu, tapi
ternyata boros juga! Sekarang, mungkin saya akan bisa lebih berhemat.
Bisa menabung lebih banyak!
- Alhamdulillah, hanya BB saja yang diambil. Padahal pada tempat yang
sama juga ada dompet yang berisi uang dan ATM. Di retsleting sebelahnya
juga ada laptop mini saya yang selalu setia menemani saya menulis.
- Akan ada ‘kejutan’ yang luar biasa dari Allah pasca kejadian ini. Saya sangat yakin akan hal itu!
Allahumma ajirnii fii mushiibatii wakhluf lii khairamminhaa
Ya Allah berilah kami pahala dalam musibahku ini dan berilah pengganti yang lebih baik (HR. Muslim)
Masih banyak sih sebenarnya point-point sebagai derivasi dari tiga
klasifikasi di atas. Pada intinya saya sangat yakin bahwa di setiap
kejadian pasti mengandung pelajaran. Kejadian itu sebagai ujian agar
saya senantiasa pantang menyerah dalam menghadapi tantangan. Kejadian
itu sebagai teguran agar saya sadar akan kesalahan dan segera bertaubat
memohon ampunan. Kejadian itu sebagai nikmat sehingga saya harus
bersyukur agar pahala-lah yang tercatat dan agar nikmat itu tambah
berlipat-lipat.
REDZone, 20 Desember 2010
Aisya Avicenna
Tulisan ini
diposting pada bulan Desember 2010 di blog sebelumnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih telah berkunjung dan meninggalkan komentar di blog ini ^___^. Mohon maaf komentarnya dimoderasi ya. Insya Allah komentar yang bukan spam akan dimunculkan. IG/Twitter : @aisyaavicenna