"Jika kita tidak setuju dengan suatu kebaikan yang belum kita pahami,
cobalah untuk bisa menghargainya."
Kalimat
yang dilontarkan Gagah (Hamas Syahid Izzuddin) dalam sebuah adegan di film “Ketika Mas Gagah Pergi” (KMGP) tersebut agaknya bisa menjadi renungan bagi kita
bersama, khususnya saya pribadi. Terkadang kita terburu menjudge
perubahan seseorang dengan opini subjektif yang mengarah pada prasangka buruk. Padahal
kita tak sepenuhnya tahu bahwa yang bersangkutan sedang berusaha untuk
memperbaiki dirinya. Mencoba selalu berbaik sangka (husnudzon) dan belajar menghargai sesuatu yang mungkin belum kita
pahami sebaiknya semakin ditumbuhkan dalam diri kita. Sepakat?
Itulah
salah satu inspirasi yang saya dapat setelah menonton film KMGP. Nyatanya, film
yang diadaptasi dari novel fenomenal berjudul sama karya Bunda Helvy Tiana Rosa
tersebut membuat semangat saya semakin meletup. Semangat untuk berhijrah menjadi
pribadi lebih baik lagi. Sesuai dengan hastag saya akhir-akhir ini :
#HijrahLebihBarokah dan #FromMOVEONtoMOVEUP.
Film KMGP bisa menjadi inspirasi bagi dakwah masa kini. Meski kisah KMGP ditulis di era tahun 90-an, tapi film KMGP sendiri bisa mengangkat kondisi kekinian di mana kedekatan dengan gadget dan beberapa dialog alay ala ABG gaul zaman sekarang juga mewarnai film ini. Film KMGP menjadi inspirasi untuk berdakwah dengan gagah, santun dan penuh keteladanan. Hal ini dicontohkan sosok Mas Gagah lewat sikapnya menghadapi Ibunda (Wulan Guritno) dan adiknya Gita (Aquino Umar) yang sulit menerima perubahannya, lewat kata-kata santun saat diejek sahabat lamanya, lewat tindakan nyata saat membantu kegiatan sosial para preman yang pernah mencoba berbuat jahat padanya.
Film KMGP bisa menjadi inspirasi bagi dakwah masa kini. Meski kisah KMGP ditulis di era tahun 90-an, tapi film KMGP sendiri bisa mengangkat kondisi kekinian di mana kedekatan dengan gadget dan beberapa dialog alay ala ABG gaul zaman sekarang juga mewarnai film ini. Film KMGP menjadi inspirasi untuk berdakwah dengan gagah, santun dan penuh keteladanan. Hal ini dicontohkan sosok Mas Gagah lewat sikapnya menghadapi Ibunda (Wulan Guritno) dan adiknya Gita (Aquino Umar) yang sulit menerima perubahannya, lewat kata-kata santun saat diejek sahabat lamanya, lewat tindakan nyata saat membantu kegiatan sosial para preman yang pernah mencoba berbuat jahat padanya.
Inspirasi dakwah juga ditunjukkan lewat peran Yudi
(Masaji Wijayanto) yang melakukan ceramah anti
mainstream di kendaraan umum. Adakah pegiat dakwah di zaman sekarang yang
mau dan tak malu melakukan hal itu? Pertentangan Yudi dengan Abahnya (Mathias
Muchus) yang tidak setuju dengan aksi dakwah Yudi yang ‘aneh’ tersebut
menjadikan pelajaran juga bagi kita bahwa tantangan dakwah memang sangat besar,
bahkan bisa berasal dari orang-orang terdekat. Pada zaman sekarang kita
dituntut untuk semakin kreatif dalam menebar kebaikan lewat berbagai media dan
beragam cara. Sesuai dengan Alquran dan Sunnah tentunya!
Sosok Mas Gagah bisa menjadi trendsetter bagi pemuda zaman sekarang. Cerdas dalam berilmu,
santun dalam berkata, tegas dalam bersikap, peduli pada sesama, dan cinta
Alquran. Pemeran Mas Gagah (Hamas) adalah seorang penghafal Alquran sesuai dengan
karakter yang diperankannya karena film KMGP memang berusaha totalitas untuk
menampilkan sosok Mas Gagah persis seperti dalam novelnya.
Film yang dibintangi oleh empat tokoh utama
pendatang baru yakni Hamas Syahid Izzuddin, Aquino Umar, Masaji Wijayanto, dan
Izzah Ajrina ini semakin memukau dengan dukungan akting Mathias Muchus, Wulan
Guritno, Epi Kusnandar, Nungki Kusumastuti, Ustadz Salim A. Fillah, Irfan Hakim,
Joshua, Virzha, Miranti de Marelle, dan lain-lain. Setidaknya ada 30-an artis
yang menjadi cameo dalam film ini. Saya sangat menikmati akting Aquino Umar
(Noy) yang begitu natural memerankan sosok Gita. Noy sangat totalitasi menjiwai perannya sebagai seorang adik dan ABG gaul yang sedang mencari jati diri. Adegan-adegan dan alur kisah dalam film ini bisa membuat penonton heran, tertawa, bahkan menangis. Apalagi saat "Rabbana" sebagai soundtrack dari film ini terlantun, emosi penonton akan semakin dipermainkan.
Saya juga sangat menyukai setting lokasi di
Ternate yang tersaji indah di film KMGP. Nuansa alam Ternate ditampilkan dengan
memesona. Serius, jadi ingin ke sana. Insya
Allah 50% keuntungan dari film KMGP ini akan didedikasikan sebagai program kemanusiaan,
di antaranya untuk pendidikan anak-anak di wilayah Indonesia Timur dan
Palestina. Film yang disutradari oleh Firmansyah (Kang Immank) ini juga menjadi
film pertama yang mengangkat Palestina. Pasti penasaran kan, mengapa dan kapan
Shireen Sungkar berteriak lantang, "Kita
tidak bisa hanya diam menyaksikan kebiadaban di Palestina!"
Sayangnya, teknik editing film masih kurang pas
karena saya menangkap ada adegan yang lompat. Ada juga adegan atau scene yang terlalu cepat berganti seperti saat Mas Gagah akan pergi ke Ternate, tiba-tiba sudah kembali lagi hanya berbeda penampilan (berganti baju dan berjenggot lebih tebal). Saya menjadi bertanya-tanya, "Mas Gagah di Ternate cepat amat, di sana ngapain saja ya?" Prolog
film (narasi yang disampaikan Gita di awal) terlalu panjang. Potongan scene di akhir film yang kemudian menunjukkan cuplikan adegan dan akhirnya film berakhir, juga terkesan mendadak sehingga saya sempat berujar, "Kok sudah selesai ya?" Meskipun begitu, akhir kisah sangat membuat saya penasaran karena
ternyata akan ada KMGP session 2. Ah,
wajib ditonton juga nih! Semoga segera tayang ya.
Setiap karya memang tak ada yang sempurna. Untuk sampai ke tahap difilmkan seperti sekarang, KMGP butuh perjuangan yang luar biasa dan kita semua patut untuk mengapresiasinya. Barakallahu khususnya untuk pendiri Forum Lingkar Pena (FLP) sekaligus guru besar saya dalam menulis, Bunda Helvy Tiana Rosa. Semoga kian banyak penulis FLP pada khususnya yang bisa mengikuti jejak juang beliau dalam melahirkan karya luar biasa seperti KMGP. KMGP telah berhasil menjadi film bernafaskan Islam pertama yang lahir dari patungan para pembaca yang telah bertahun-tahun menantikan sang novel difilmkan. Apalagi KMGP menjadi film pertama yang berani mengangkat tentang Palestina. Masya Allah, salut untuk semua pihak yang telah berjamaah untuk mencipta film yang anti mainstream seperti KMGP. Insya Allah film KMGP bisa menjadi jalan cinta dalam menumbuhkan semangat dan inspirasi baru dalam berdakwah di era masa kini.
***
Jakarta, sehari setelah nonton Gala Premiere Film KMGP di Plaza Senayan..
Salam cinta,
Aisya Avicenna
~ Anggota Forum Lingkar Pena (FLP) Jakarta dan Divisi Penulis Komunitas One Day One Juz (ODOJ)
ih kereeeeen... makim penasaran nih guweeee
BalasHapusYawis nonton aja trus jgn lupa tulis review ye
BalasHapusAku penasaran Mba... tp blm nemu waktu buat nonton ^^
BalasHapusSemoga segera ketemu ya Mbak, waktunya... Apa saya bantu cariin? Hehe
Hapus