Pada 21 Mei 2015, untuk kedua kalinya saya dinas ke Medan. Selain untuk survei di Kawasan Industri Medan, saya dan tim juga ditugaskan untuk survei ke Pematang Siantar. Alhamdulillah, setelah survei selesai, dari Pematang Siantar kami melanjutkan perjalanan ke Parapat pada 22 Mei 2015 untuk mengunjungi salah satu wisata alam di negeri tercinta ini, Danau Toba.
Perjalanan ke Danau Toba begitu menyenangkan, udaranya sangat segar. Suara burung dan serangga menjadi pengiring kami melintasi jalanan yang berkelok dan seolah penuh sambutan barisan pohon karet, kelapa sawit, dan pinus.
Sesekali kami disapa
oleh puluhan monyet yang berjajar di pinggir jalan, seolah menanti makanan
kecil yang dilemparkan oleh orang-orang yang melewatinya. Saya sempat membuka
jendela cukup lebar, kemudian menyapa beberapa monyet yang berkumpul,
"Hai, monyet!" teriak saya sambil nyengir. Mereka kaget dan menatap
begitu polos. Langsung saya tutup jendela mobil, takut kalau si monyet loncat.
Hehe.
MasyaAllah, indahnya
Danau Toba dilihat dari atas. Danau sepanjang 100 kilometer ini konon
kedalamannya mencapai 1.600 meter. Sampai di pintu masuk, kami membayar tiket
sebesar Rp 15.000,00. Mobil kami parkir tepat di depan rumah bercat putih yang
konon merupakan rumah pengasingan Bung Karno. Rumahnya masih cukup terawat.
Kami bisa menatap Pulau Samosir dari depan rumah itu. Masya Allah, sangat
indah!
LEGENDA DANAU TOBA
Semasa kecil kita
pasti sering membaca cerita legenda yang mengisahkan terjadinya suatu tempat.
Ternyata kisah tentang asal-usul Danau Toba ini juga ada. Begini ceritanya.
Alkisah ada seorang
pemuda bernama Toba yang hidup sebatang kara. Ia adalah seorang petani. Tiap
hari ia pergi ke sawah untuk bercocok tanam. Namun, musim kemarau terjadi di
desanya. Agar tetap bisa bertahan hidup, Toba dan beberapa pemuda desa pindah
haluan menjadi nelayan.
Pada suatu hari saat
tak kunjung mendapatkan seekor ikan pun, tiba-tiba ada seekor ikan yang masuk
ke jarring Toba. Toba sangat heran karena ikan itu cukup besar dan selama ini
belum pernah melihat ikan dengan jenis seperti yang didapatnya itu. Sampai di
rumah, karena ikan itu masih hidup namun lemas, Toba memasukkannya ke dalam
tempayan. Toba tak tega memasaknya.
Gadis itu adalah
seorang putri yang dikutuk menjadi ikan. Gadis bernama Jelita itu akhirnya
dipersunting Toba. Mereka memiliki seorang anak bernama Samosir. Pada suatu
hari saat Samosir lupa mengantarkan makanan untuk sang ayah. Toba pun marah dan
membentak Samosir, “Dasar anak ikan!”
Samosir mengadu pada
Jelita. Jelita marah dan mengajak Samosir pergi dari rumah karena ia kecewa
sang suami sudah melanggar janjinya dulu. Toba pernah berjanji tidak akan
menyebutkan asal usul Jelita pada siapapun. Saat Jelita dan Samosir pergi,
hujan turun dengan lebat sampai desa tempat tinggal
Toba terkena banjir dan tenggelam. Banjir itu makin lama makin melebar menjadi
sebuah danau. Itulah yang dikenal sebagai Danau Toba sekarang.
Ketika
banjir melanda, Jelita dan Samosir tidak turut terkena banjir karena telah tiba
di sebuah dataran yang tinggi. Dataran itu sekarang dikenal sebagai Pulau
Samosir yang berada di tengah Danau Toba.
CERITA SERU DI PULAU SAMOSIR
Saya dan tim akhirnya
memilih naik kapal boot untuk menuju Pulau Samosir. Harga sewanya Rp 700.000,00
dengan kunjungan wisata ke Batu Gantung, Tuk-Tuk, dan Tomok di Pulau Samosir.
Harga sewa yang lain: Rp 350.000,00 (hanya ke Batu Gantung dan Tomok) dan Rp
500.000,00 (hanya ke Tuk-Tuk dan Tomok). Setelah mencapai kesepakatan harga
dengan pemilik kapal boot tersebut,
kami pun menyeberangi Danau Toba menuju Pulau Samosir. Seru!
Setelah dari Batu
Gantung, kami melanjutkan perjalanan menuju Tuk-Tuk. Sampai di Tuk-Tuk sudah
jam 12.00. Kami mencari masjid agar para bapak bisa salat Jumat. Awalnya kami
agak kesulitan mencari lokasi masjid, karena tanya beberapa kali ke warga
tetapi dikasih tunjuk tempat yang berlawanan. Mungkin karena bukan hari libur,
daerah ini cukup sepi. Hanya terlihat beberapa turis asing maupun domestik. Ada
beberapa home stay dan restoran di
sini. Satu hal yang membuat saya bergidik adalah saat membaca menu di beberapa
restoran, nomor satu tertulis babi panggang.
Kami agak kesulitan
untuk menemukan masjid di sini. Akhirnya kami bertanya pada seorang anak kecil
(si Ucok) dan dia bersedia menunjukkan lokasi masjid. Kami harus melewati
jalanan yang sempit, kotor, bahkan rumah kosong sebelum sampai di Masjid
Al-Ikhlas. Masjid ini ternyata lokasinya sangat memprihatinkan. Masjidnya
kecil, mungkin hanya bisa menampung 60-an jamaah, tapi cukup bersih.
Alhamdulillah, Salat
Jumat baru akan dimulai. Saya dan teman-teman disambut dengan begitu ramah oleh
warga yang hendak menunaikan Salat Jumat. Saya ikut mendengarkan khutbah Jumat
siang itu. Khatib -yang sepertinya juga imam masjid atau mungkin ustaz- di
kampung itu menyampaikan ceramah tentang "Ilmu dan Amal Sebelum
Ramadan". Saya merasa sangat beruntung karena mendapatkan motivasi keren
di Jumat pertama bulan Sya'ban ini.
Baca juga: Akhir yang Menegangkan di Jogja
Khatib menyampaikan
dengan penuh semangat. Kata khatib, salah satu cara untuk menyambut Ramadan
adalah dengan memperbanyak ilmu tentang Ramadan. Lakukan juga amal-amal seperti
puasa sunnah, shalat rawatib, membaca Alquran, memakmurkan masjid, dll.
Kata ustaz lagi, "Kaki yang ringan melangkah ke masjid, insyaAllah akan ringan pula saat melangkah ke surga. Kaki yang berat melangkah ke masjid, akan berat juga langkahnya menuju surga."
Selesai salat, tampak beberapa warga berkumpul di teras masjid. Mereka sharing dengan sang ustaz. Sempat saya dengar beberapa pertanyaan yang memang menjadi tantangan berat bagi muslim di sana. Pengalaman ini tentu melahirkan syukur luar biasa bagi saya pribadi yang tinggal di kawasan yang dengan mudah bisa menemukan masjid dan jauh dari hal yang dilarang agama. Keluar dari masjid, kami melintasi restoran yang di dalamnya berkumpul orang-orang yang sedang main kartu dan minum tuak. Langsung jalan buru-buru.
Setelah dari Tuk-Tuk,
kami naik kapal boot lagi menuju Tomok. Sampai di Tomok, kami melihat patung
Sigale-gale dan ke situs sejarah makam Raja Sidabutar. Setelah itu baru cari
pernak-pernik khas Danau Toba. Mereka mematok harga cukup tinggi, tapi
alhamdulillah bisa ditawar 50%, bahkan lebih. Harus pandai menawar ya kalau
belanja di sini! Sesudah puas berkeliling, sekitar jam 15:30 kami kembali
menyeberang. Sampai jumpa lagi, Samosir!
Alhamdulillah,
berkunjung ke Danau Toba dan Pulau Samosir adalah salah satu impian saya yang
terwujud nyata. Segala puji bagi Allah atas setiap kesempatan yang diberikan,
karena selalu ada pelajaran di setiap perjalanan.
Mbak, artikelnya bikin gelisah lho. Jadi pengen jalan jalan kan :)
BalasHapusaku jadi keinget waktu jalan-jalan ke Toba, apa yang menarik dari sana adalah keheningan sih dengan pemandangan toba yang cantik.
BalasHapusHaru sekali perjalanan menemukan masjidnya Mba. Paling sedih waktu di bagian, banyak orang yang menunjukkan arah masjid ke tempat yang berlawanan. Belum lagi kalau menu utama di tiap resto itu babi panggang. Ngeri lagi lihat orang siang-siang sudah main kartu dan minum tuak saja. Dalam hati, saya juga mensyukuri nikmatnya tinggal di tempat yang dekat dengan Masjid, mudah akses dan lain sebagainya. Jadi minoritas di tanah yang mayoritas non muslim mungkin memang nggak mudah untuk menjaga diri ya Mba.
BalasHapusdanau Toba, huhuhu destinasi impiannnn....
BalasHapusNampaknya selalu ada legenda tempat wisata yang indah
Seperti Gunung Tangkuban Perahu, Rawa Pening dan masih banyak lagi
Semata agar kita menjaga kelestariannya
Wah makin penasaran sama Danau Toba dan Si Gale-Gale. Kisahnya unik juga yah
BalasHapusPenasaran banget sama Pulau Samosir ini. Katanya budaya di sana juga masih melekat kuat ya mbak?
BalasHapusKalau jadi, rencananya bulan depan mau ke sana nih aku, mau liat revitalisasi beberapa beberapa rumah adat Batak Toba. Btw, soal masjid dan makanan ternyata masih susah ya di sana kak, siap-siap aku bawa bekel aja lah :D
BalasHapusUdah lama juga nih pengen ke pulau Samosir mba, cuman belum terwujud. Dulu pernah pengen nyusul suami yang lagi dinas juga, tapi ga jadi, hehe. Semoga next bisa kesini
BalasHapusMenarik sekali membacanya karena saya pun pernah ke lokasi yang ada disini. Memang cerita legenda danau toba dan batu gantung ini sangat hits pada saat saya sekolah sehingga senang sekali saat ada trip ke Samosir dari sekolah dulu.
BalasHapusMasya Allah nasihat dari ustdz makjleb y mbak ...
BalasHapusAku ngiri sama mbak kece satu ini. Masih muda tapi udah keliling Indonesi
Dari tulisan ini aku jadai merasa dekat dengan sumatra hehee.
Pulau kayak akan penulis hebat
Wah seru banget deh bisa jalan-jalan ke Sumatera Utara. Kepengen banget deh bisa main ke Medan, lalu mampir ke Danau Toba terus ke Samosir. Unik ya adapt istiadatnya.
BalasHapusMemang agak sulit menemukan masjid di sini, karena memang sebagian besar penduduk lokalnya nggak beragama Islam. Tapi emang seru dan kaya akan pengalaman budaya berwisata di Danau Toba dan Samosir ini.
BalasHapusMenarik y indonesia? Hehehe.
HapusKaya sekali dengan budaya yang beragam.
Mas Raja Lubis keren ih udah pernah ke sana
Kapan ya bisa ke Samosir, pengen banget aku kesana. Selama ini sering liat video orang² liburan kesana. Semoga bisa kesampean bisa maen kesana
BalasHapuswah asyiknya mbak bisa jalan-jalan ke danau toba. kalau aku pernahnya lihat wisata virtualnya aja di youtube dan ternyata danau toba itu luas banget yaa
BalasHapusSamosir adalah kampung kelahiran papaku. Bahkan kuburan papa juga di Samosir.. Terima kasih untuk cerita dari Samosir, mbak..
BalasHapussemoga sekarang sudah banyak masjid di sana. aku belum pernah sih ke sumut, semoga suatu saat
BalasHapusMasyaallah semoga suatu kali aku juga bisa ke sana. Legnda tentang Pulau Samosir dan Danau Toba pertama kali kubaca di buku pelajaran Bahasa Indonesia saat SD. Sejak itu ceritanya lekat di ingatan.
BalasHapusSejak dulu pengin ke Danau Toba, tapi belum terlaksana. Semoga pandemi segera reda dan bisa main ke sana. Amiin
BalasHapusMemang sulit, ya. Mencari masjid di daerah yang penduduk muslimnya kurang.
BalasHapusAlhamdulillaah ya Mbak impiannya untuk menginjakkan kaki ke Danau Toba yang melegenda itu dan juga pulau Samosir bisa terwujud. Saya selama ini cuma dengar ceritanya saja dan sebenarnya penasaran juga pengen menyaksikan langsung keindahan Danau Toba
BalasHapuswkwkw....kalau saya belum pernah ke sana mbak. Mainnya muter-muter di pulau sulawesi aja. Semoga pandemik berakhir dan bisa ikut menyaksikan keindahan alam yang mbak ceritakan. Makasih ya udah berbagi cerita.
BalasHapus*Idgorontalo | Ayah Azizah
Saya sudah ke medan tapi waktu itu teman2 gak mau ke Toba karena pusing ama bagaimana makan dan nginapnya, hehehe. Maklum belum pintar siasat gimana traveller muslim. Semoga next waktu deh bisa ke sana lagi ama keluarga. Ke medan nya
BalasHapusAku pernah melewati aja Danau Toba kalau mampir belum pernah. Seru ya kalau bisa wisata ke Danau Toba, impianku juga nih.
BalasHapus