Saat mentari mulai menyapa dan perut sudah terisi dengan sebungkus nasi uduk, pukul 06.15 di Sabtu, 20 Februari 2010 itu saya keluar kos. Dengan mengenakan tas punggung kesayangan, saya menuju jalan Otista dan naik angkot biru nomor 44 menuju Stasiun Tebet. Insya Allah hari itu saya hendak berpetualang ke kota impian, Bogor.
Mengapa Bogor? Ehm, sebenarnya sejak SMA dulu saya pengin sekali bisa
masuk ke Institut Pertanian Bogor (IPB). Saya juga mencoba ikut PMDK. Saya
memilih jurusan Kedokteran Hewan waktu itu, alasannya sangat simpel karena suka
kucing. Hehe.. Diterima? Tentu saja tidak! Sejak itu, saya jadi semakin
penasaran dengan kota Bogor yang telah “menolak” kehadiran saya saat itu.
Saat berada di dalam angkot nomor 44 itu, saya mengeluarkan dua lembar
kertas berisi jadwal dan alur perjalanan kereta Jakarta-Bogor. Sudah seperti
Dora dan petanya. Hehe.. Sampai di dekat Stasiun Tebet, saya sempat mampir
bertanya kepada seorang bapak penjual makanan ringan, pintu masuk stasiun
sebelah mana. Sempat bingung juga karena memang berhentinya mikrolet 44 masih
agak jauh dari pintu masuk stasiun. Malu bertanya sesat di stasiun dong!
Akhirnya saya menuju loket karcis dan membeli satu karcis kereta AC Ekonomi
jurusan Bogor. Ternyata berangkatnya pukul 06:50.
Saya membayar karcis seharga Rp 5.500,00 itu kepada petugas loket. Baru
beberapa langkah, saya kembali lagi ke loket itu, karena ternyata uang
kembaliannya kurang Rp 10.000,00. Wah, dikiranya mungkin bayarnya pake Rp
10.000,00. Sambil menanti kedatangan sang ular besi yang akan membawa menuju
kota impian, saya SMS-an dengan Ibunda tercinta di Wonogiri. Ibuk sangat tahu
kalau putrinya ini memang hobi berpetualang. Jadi, ya kemanapun pergi akan
didoakan.
Akhirnya, kereta yang dinanti pun tiba. Saya masuk dan memilih bangku
yang masih kosong. Lapang rasanya. Keretanya juga bersih!
Bismillahi tawakaltu ‘alallah.. Laahaula walaa quwwata ilabillah…
Jadi ingat lirik lagunya band Padi, “Kulayangkan pandangku melalui kaca
jendela. Dari tempat kubersandar seiring lantun kereta. Membawaku melintasi
tempat-tempat yang indah. Membuat isi hidupku penuh riuh dan berwarna.."
Di dalam kereta, saya menyempatkan diri untuk membaca buku berjudul
“Tuhan, Inilah Proposal Ibadahku.” Buku yang sangat inspiratif. Saya membaca
buku sambil sesekali memandang ke luar jendella. Sekitar pukul 08.30, akhirnya
kedua kaki saya secara resmi menginjakkan kaki di kota Bogor.
Alhamdulillah, salah satu impian terwujud lagi. Keluar dari stasiun
Bogor, saya langsung disambut oleh puluhan tukang ojek dan tukang becak. “Maaf,
Pak. Saya naik angkot 03 saja,” batin saya. Bogor juga dikenal dengan sebutan
“kota seribu angkot” karena memang banyak sekali angkot yang beredar di jalan
raya. Saya pun sempat bingung memilih angkot.
Saya memilih duduk di samping sopir angkot 03. Bisa sambil tanya-tanya,
gitu pikirnya dan biar tidak tersesat. Bogor cerah sekali pagi ini. Saya jadi
sangat leluasa melihat kanan kiri. Sempat lewat Kebun Raya Bogor dan tampaklah
puluhan rusa dengan berbagai aktivitasnya. Ada yang sedang tiduran,
lari-larian, ngemil, jalan-jalan, dan lainnya.
Saya turun di jalan masuk menuju Universitas Pakuan. Saya ganti naik
angkot 06 dan turun di depan kampus itu. Alhamdulillah, sampai di tujuan. Saya
masuk dan langsung mendekati seorang bapak untuk bertanya di manakah letak aula
Fakultas Ekonomi. Akhirnya sang bapak memberikan petunjuk dan saya meneruskan
perjalanan mengikuti petunjuk Bapak itu. Tapi, ternyata belum ketemu juga.
Akhirnya bertanya dan bertanya lagi sampai akhirnya ketemu juga auditorium D3
FE UNIPAK tempat diselenggarakannya Workshop Menulis hari itu.
Qadarullah saya bertemu dengan salah seorang sahabat lama, sebut saja
Fatiya yang setahun ini tidak bertemu dan hari ini bertemu kembali dalam
kondisi yang sama-sama sudah “berbeda”. Ada 3 pembicara yang dihadirkan dalam
acara dahsyat pagi itu. Materi yang disampaikan juga sangat inspiratif. Saat
sesi tanya jawab, saya menjadi penanya pertama. Di akhir acara, terpilihlah 3
penanya terbaik dari 9 peserta yang
bertanya, dan alhamdulillah saya menjadi salah satunya.
Setelah acara selesai, saya sempat berdiskusi dengan Fatiya. Tidak
menyangka juga bisa bertemu di situ. Ternyata Fatiya merupakan salah satu
penggagas acara dahsyat hari itu. Salut deh! Kami sharing sebentar.
Setelah itu, kami menuju masjid Al Kautsar untuk salat Zuhur dan
akhirnya setelah selesai salat, kami berpisah untuk melanjutkan perjalanan
masing-masing. Saya keluar dari Universitas Pakuan dan langsung naik angkot 06.
Mendung bergelayut menghiasi langit kota Bogor. Hujan mulai turun. Sampai di
dekat Gramedia, saya turun dan berganti angkot 03 menuju stasiun Bogor. Hujan
semakin deras. Jadi benar-benar merasakan bahwa Bogor memang “Kota Hujan”.
Sampai di pemberhentian angkot 03, hujan masih mengguyur deras. Kalau
mau ke Stasiun Bogor, masih harus berjalan kaki. Akhirnya saya naik becak
karena jalanan digenangi air setinggi mata kaki. Saat sampai di stasiun, saya
membeli tiket AC ekonomi. Karena masih 1 jam lagi jadwalnya, saya memutuskan
untuk makan siang.
Sekitar 1 jam kemudian, kereta datang. Saya duduk sambil merenungkan
aneka peristiwa dan pengalaman hari ini, termasuk salah satu skenario-Nya yang
mempertemukan saya dengan Fatiya.
“Allah yang memisahkan, Allah jualah yang mempertemukan kembali. Allah
yang menjauhkan, Allah pulalah yang mendekatkan kembali. Ukhuwah itu memang
penuh warna karena skenario-Nya yang membuatnya demikian. Jika doa-doa yang
mengikatnya, maka ukhuwah itu akan senantiasa berwarna indah walau terpisah
jarak dan waktu.”
Insya Allah saya dan Fatiya berencana untuk bertemu kembali. Kami akan
membahas sesuatu di kota yang terkenal dengan Tugu Kujang-nya itu. Tunggu kisah
kami selanjutnya ya!
0 comments:
Posting Komentar
Terima kasih telah berkunjung dan meninggalkan komentar di blog ini ^___^. Mohon maaf komentarnya dimoderasi ya. Insya Allah komentar yang bukan spam akan dimunculkan. IG/Twitter : @aisyaavicenna