Setelah beberapa tahun icon di jantung kota Lahat berupa jam gadang, akhirnya pada akhir 2023, berganti dengan patung Serunting Sakti atau biasa dikenal dengan "Si Pahit Lidah". Patung yang berdiri di Jalan Mayor Ruslan kota Lahat itu, tampak sedang membawa golok dan berdiri di atas sebongkah batu. Mengapa tokoh ini menjadi icon baru di kota Lahat? Ternyata ada sejarahnya. Saya tulis kembali dari hasil membaca dari berbagai sumber referensi.
Pada zaman dahulu kala, hiduplah seorang pangeran bernama Serunting di
daerah Sumidang, Sumatera Selatan. Ia dikenal dengan kesaktiannya hingga sering
disebut Serunting Sakti. Serunting menikah dengan seorang gadis desa bernama Sitti. Ia berniat hidup bersama sang istri di istana.
Namun, Sitti merasa bingung saat Serunting mengajaknya pindah ke istana.
“Mengapa bingung?“ tanya Serunting pada Sitti saat
mengajak sang istri untuk tinggal di istananya.
“Aku khawatir meninggalkan
adikku Aria Tebing,” jawabnya dengan wajah sedih.
“Oh, masalah itu.
Kamu tidak perlu bingung, istriku! Bagaimana kalau Aria Tebing
tinggal bersama kita di istana saja?” usul Serunting Sakti.
Wajah Sitti berubah cerah dan dan ia langsung meminta sang adik untuk
tinggal bersama. Namun, rupanya Aria menolak saran itu. Ia lebih memilih untuk
hidup sendiri di desa.
Sitti dan Aria Tebing akhirnya sepakat
untuk membagi dengan adil tanah warisan dari kedua orang tuanya. Serunting juga
mengusulkan agar tanah itu diberi pembatas kayu agar tidak terjadi perselisihan
di kemudian hari. Mereka pun akhirnya memasang pembatas itu.
Selang berapa lama, pembatas kayu tersebut ditumbuhi jamur. Ajaibnya, jamur-jamur
yang mengarah ke tanah milik Aria Tebing tumbuh menjadi jamur emas. Sementara
itu, jamur-jamur yang mengarah ke tanah milik Serunting dan istrinya hanyalah jamur
biasa.
Arya pun menjual jamur emas tersebut dan menjadi kaya raya. Hal tersebut
membuat Serunting iri. Karena kesal, ia langsung menegur Aria Tebing yang
tengah memetik jamur emas.
“Aria Tebing! Apa yang sudah kamu lakukan pada jamurku?” tanya Serunting
dengan penuh selidik.
“Apa maksudmu, Kakanda? Aku tidak melakukan apa-apa!”
jawabnya dengan bingung.
“Jangan bohong! Kamu pasti telah berbuat curang padaku!” teriak
Serunting dengan wajah penuh amarah, “Kamu pasti sudah membalik pembatas kayu itu
agar jamur emasnya mengarah ke tanahmu!” tuduhnya lagi.
Tuduhan itu semakin membuat Aria Tebing bingung. Ia tak pernah merasa
membalik pembatas kayu itu. Meskipun Aria sudah menjelaskan kepada
Serunting, kakak iparnya itu tidak mau menerima dan justru menantang bertarung.
Pada hari yang telah
ditentukan, Pangeran Serunting dan Aria Tebing bertarung di sebuah padang ilalang. Aria sudah mengetahui kelemahan kakak iparnya itu. Sitti memberitahu kalau rahasia
kesaktian Pangeran Serunting terletak pada rumput ilalang yang selalu bergetar
meskipun tidak tertiup oleh angin. Meski hampir kalah
dengan serangan Serunting, Aria Tebing tetap berhasil mengalahkannya. Pada
momen yang tepat, ia menancapkan
tombak ke ilalang itu sehingga Serunting jatuh tersungkur.
Pangeran
Serunting tahu ternyata istrinya telah membocorkan kelemahannya kepada Aria
Tebing. Dengan kesal, ia pergi meninggalkan istana menuju ke Gunung Siguntang. Ia
berdiam diri di sana. Hingga pada suatu malam, Serunting dikejutkan dengan suara
panggilan dari Sang Hyang Mahameru.
“Wahai,
anak muda! Apakah engkau mau mendapatkan kekuatan sakti?” tanya suara tak
berwujud itu.
“Tentu
saja aku mau, Sang Hyang Mahameru!” jawab Serunting Sakti.
“Baiklah,
syaratnya kamu harus bertapa di bawah pohon bambu
hingga seluruh tubuhmu tertutup daun-daunnya!” perintah Sang Hyang Mahameru.
Tak
terasa sudah dua tahun Serunting bertapa dan tubuhnya ditutupi daun-daun bambu
yang berguguran. Sesuai janji, Sang Hyang Mahameru mendatangi Serunting Sakti.
“Hai anak muda, kamu berhasil melaksanakan
perintahku. Kini aku akan memberimu kesaktian sesuai janjiku!”
“Kesaktian
apa itu, Sang Hyang Mahameru?” tanya Serunting.
“Apa
yang kamu katakan akan berubah menjadi kutukan!” jawab Sang Hyang Mahameru.
Hal
itu membuat Serunting sangat bahagia. Ia segera kembali ke daerah asalnya.
Dalam perjalanan pulang, ia mencoba kesaktian yang baru didapatkannya ke sebidang
tanaman tebu.
“Pohon
tebu, jadilah batu!”
seru Serunting Sakti. Seketika semua pohon tebu itu berubah menjadi batu. Tak
hanya itu, ia juga mengutuk semua orang yang dijumpai sepanjang tepi Sungai
Jambi menjadi batu.
Seiring
berjalannya waktu, Serunting Sakti menjadi sosok yang sombong. Dengan
angkuh dia menggunakan kesaktian itu seenaknya. Akhirnya dia dijuluki si Pahit
Lidah karena setiap kata yang ia keluarkan adalah kutukan yang berdampak buruk.
Patung Si Pahit Lidah tampak malam hari. |
Suatu
hari saat berada di Bukit Serut yang gundul, Si Pahit Lidah menyadari kesalahannya.
Ia mulai berpikiran untuk melakukan kebaikan pada orang lain. Si Pahit Lidah menggunakan
kesaktiannya untuk mengubah Bukit Serut yang gersang itu menjadi subur. Hal itu
tentu membuat masyarakat merasa bahagia karena bisa menjual hasil hutan yang
berlimpah untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka.
Sampai
di Sumidang, Serunting berdamai kembali dengan istri dan adik iparnya. Dia juga
banyak membantu masyarakat. Serunting semakin hati-hati dalam berbicara dan
berusaha untuk terus melakukan kebaikan meski orang-orang masih menjulukinya Si
Pahit Lidah.
Nah, begitulah cuplikan sejarah mengapa Serunting Sakti bisa dijuluki Si Pahit Lidah. Masyarakat Lahat mempercayai bahwa peninggalan megalitikum yang banyak tersebar di Kabupaten Lahat merupakan salah satu wujud kutukan atau sumpah yang diucapkan Si Pahit Lidah. Kapan-kapan kita bahas ya tentang peninggalan megalitikum ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih telah berkunjung dan meninggalkan komentar di blog ini ^___^. Mohon maaf komentarnya dimoderasi ya. Insya Allah komentar yang bukan spam akan dimunculkan. IG/Twitter : @aisyaavicenna