Ketika
duduk di stasiun bus, di gerbong kereta api, di ruang tunggu praktek
dokter anak, di balai desa, kulihat orang-orang di sekitarku duduk
membaca buku, dan aku bertanya di negeri mana gerangan aku sekarang.
Ketika berjalan sepanjang gang antara rak-rak panjang, di perpustakaan
yang mengandung ratusan ribu buku dan cahaya lampunya terang benderang,
kulihat anak-anak muda dan anak-anak tua sibuk membaca dan menuliskan
catatan, dan aku bertanya di negeri mana gerangan aku sekarang.
Ketika bertandang di sebuah toko, warna-warni produk yang dipajang
terbentang, orang-orang memborong itu barang dan mereka berdiri
beraturan di depan tempat pembayaran, dan aku bertanya di toko buku
negeri mana gerangan aku sekarang.
Ketika singgah di sebuah rumah, kulihat ada anak kecil bertanya tentang
kupu-kupu pada mamanya, dan mamanya tak bisa menjawab keingintahuan
putrinya, kemudian katanya, “Tunggu mama buka ensiklopedia dulu, yang
tahu tentang kupu-kupu,” dan aku bertanya di rumah negeri mana gerangan
aku sekarang.
Agaknya inilah yang kita rindukan bersama, di stasiun bus dan ruang
tunggu kereta api negeri ini buku dibaca, di perpustakaan perguruan,
kota, dan desa buku dibaca, di perpustakaan perguruan, kota, dan desa
buku dibaca, di tempat penjualan buku laris dibeli, dan ensiklopedia
yang terpajang di ruang tamu tidak berselimut debu karena memang dibaca.
Taufiq Ismail (1996)
Tulisan yang sangat bagus untuk direnungkan!
***
Membaca : Virus yang Menular
Teringat beberapa hari yang lalu saat saya berada di Kopaja 502. Sudah
menjadi kebiasaan saya kalau pergi kemanapun, selalu ada 2-3 buku yang
ada di tas. Alhamdulillah, pagi itu saya mendapat tempat duduk,
bersebelahan dengan seorang wanita yang berusia sekitar 30-an tahun.
Setelah menunaikan kewajiban sebagai seorang penumpang (baca : bayar
ongkos), saya buka tas dan mengeluarkan sebuah buku kemudian khusyuk
membacanya. Saya telaah kalimat demi kalimat dari buku motivasi yang
sedang saya baca. Kadang, saya terdiam sesaat. Menutup buku itu sambil
menyelipkan jari pada halaman yang tengah saya baca. Kemudian saya
memandang ke jendela dan merenungkan isi buku tersebut.
Setelang ‘aksi tafakur’ itu selesai, saya buka kembali buku itu dan
lanjut membaca. Kasak-kusuk wanita di sebelah saya, yang awalnya hanya
duduk diam dan cenderung melamun, juga membuka tasnya. Agak penasaran,
saya meliriknya. Dan apa yang ia keluarkan? Sebuah buku! Tepatnya, novel
“Bidadari-Bidadari Surga” karya Tere Liye. Kemudian, ia juga turut
membaca. Awalnya saya ingin mengajak diskusi tentang novel itu karena
saya sudah membacanya. Akan tetapi, niat itu urung saya lakukan karena
saya tak ingin mengganggu konsentrasinya. Karena saya sendiri juga tak
mau diganggu kalau saya tengah serius dengan buku-buku saya.
Hmm, ternyata aktivitas membaca saya pagi itu menjadi ‘virus yang
menular’ pada orang lain. Membaca adalah salah satu sarana
mengoptimalkan otak kita. Karena dengan membaca, otak kita akan
terangsang untuk berpikir. Kemudian akan berimbas pada diri kita untuk
bergerak jika hikmah dari bacaan itu bisa kita temukan.
Selamat membaca!
Sayangilah buku, karena ia adalah sahabat yang baik… Dengannya, kita bisa ‘bermanfaat’ dan ‘berbagi manfaat’.
“Khairun naasi anfa’uhum linnaas.”
“Sebaik-baik manusia adalah siapa yang paling banyak bermanfaat bagi orang lain”
Aisya Avicenna
Tulisan ini
diposting pada bulan Desember 2010 di blog sebelumnya
Home / Cinta Baca
Tampilkan postingan dengan label Cinta Baca. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Cinta Baca. Tampilkan semua postingan
Langganan:
Postingan
(
Atom
)
Daftar Tulisan
Motivasi
(343)
Coretan
(233)
Dunia Muslimah
(140)
Puisi
(114)
RomantiCouple
(82)
Artikel
(76)
Kepenulisan
(49)
Tips
(46)
FLP
(41)
Mutiara Kata
(41)
TraveLova
(35)
Catatan Mamiko
(25)
Dunia Parenting
(23)
Cerpen
(20)
Inspirasi Bisnis
(19)
Resensi Buku
(17)
Buku Aisya Avicenna
(13)
Dunia Anak
(13)
Flash Fiction
(9)
Resensi Film
(8)
Cerbung
(5)