Ahad kemarin (20/6) menjadi hari yang tak akan terlupakan. Innalillahi wa inna ilaihi roji'uun.. ketika sedang menuntaskan tilawah pasca salat Zuhur, notif WA berbunyi. Ada satu pesan masuk dari Bu Bos yang mengabarkan hasil swab antigen salah satu rekan kami positif. Astaghfirullah.. langsung deg-degan.. Setelah Subdit 1, 2, 4, 5, dan Tata Usaha satu per satu ada pegawai yang dinyatakan positif beberapa waktu lalu, sementara subdit 3 alhamdulillah tidak ada, qadarullah kemarin dapat giliran. Virus ini singgah jua, kian mendekat.
Sejak pindah ke Depok tahun 2016, saya resmi menjadi anggota ROKER (Rombongan Kereta). Tiap pagi saya naik KRL dari Stasiun Pondok Cina (Pocin), Depok dan turun di Stasiun Gondangdia. Stasiun Gondangdia lokasinya tidak jauh dari kantor. Saat sudah pindah ke Bogor ini, saya naik dari Stasiun Bogor dan tetap turun di Stasiun Gondangdia.
Oh iya, ada hal yang menarik yang dari 2016 lalu tidak berubah sampai sekarang. Pemandangan yang selalu membuat saya trenyuh dan takjub, tapi melahirkan syukur dan semangat ketika akan keluar dari Stasiun Gondangdia.
Apakah gerangan?
Mereka adalah para pejuang keluarga. Seorang bapak penjual koran yang tuna netra dan seorang bapak penjual pisang yang kakinya cacat yang berjualan dekat gerbang pintu keluar bagian utara di stasiun Gondangdia. Saya sering bertransaksi dengan kedua bapak ini. Saya kagum dengan bapak penjual koran. Beliau selalu tepat memberikan nama koran yang saya beli padahal ada setumpuk koran beda nama yang dia bawa. Saya juga salut dengan bapak penjual pisang. Meski hanya bertopang pada satu kaki dan kadang di bantu kruk dari kayu, tapi beliau selalu bersemangat menawarkan barang dagangannya. Saya banyak belajar dari mereka yang mungkin secara lahiriah dipandang tak sempurna secara fisik tapi selalu semangat dalam menyempurnakan ikhtiar mencari rezeki. Terima kasih, para inspirator... Kalau sahabat -yang fisiknya lebih sempurna-, lalu merasa malas bekerja atau ada yang ogah-ogahan mencari nafkah, mungkin bisa datang ke Stasiun Gondangdia. Mengambil inspirasi sebanyak-banyaknya dari mereka.
.
Beberapa hari lalu suami jajan satu set lengkap peralatan panah di toko online. Alhamdulillah, lagi diskon, sudah dapat lengkap dan kualitasnya oke punya. Memiliki alat panah lengkap ini sebenarnya sudah kami rencanakan sejak lama, tapi baru bisa jajan sekarang karena rumah di Bogor ada halaman yang bisa dimanfaatkan untuk latihan memanah. Kata kami, sebagai hadiah milad juga untuk kami berdua. Dari kami untuk kami -eh, semua juga boleh nyobain ding. Pagi tadi, setelah hujan reda dan saya tuntas mencuci semua perabot dapur -seriusan, semuanya dicuci sampai rak dan almarinya. Heheu, karena baru pindahan jadi semuanya harus bersih-, kami mulai latihan perdana panahan. Sebenarnya saya sudah pernah belajar memanah di Eco Pesantren Daarut Tauhid Bandung milik Aa' Gym tahun 2015 silam, jadi sudah 3 tahun nggak pegang busur. Agak-agak canggung di awal. Meski pada akhirnya berhasil membidik sasaran dengan tepat di warna kuning. Baru 4 kali melepaskan anak panah sudah berkeringat. Benar-benar olahraga 😁.
Memanah adalah salah satu olahraga sunnah. Rasulullah Saw. bersabda, "Kamu harus belajar memanah karena memanah itu sebaik-baik permainanmu," (HR. Al-Bazzar dan Thabrani dengan sanad yang baik). Hikmah dari belajar memanah adalah kita bisa berlatih fokus dan belajar memanajemen emosi. Selain itu tentu untuk melatih kekuatan fisik kita terutama otot tangan.
Insya Allah banyak manfaat dari olahraga sunnah yang satu ini. Rasulullah Saw. juga pernah bersabda, "Segala sesuatu yang di dalamnya tidak ada zikir kepada Allah merupakan kelalaian dan perbuatan sia-sia, kecuali empat hal, yaitu bercanda dengan keluarga, belajar memanah, belajar berenang, dan belajar berkuda." (HR. An-Nasa'i) .
Semangat belajar memanah!
Beberapa hari lalu saya rapat di Hotel Salak Tower, Bogor. Ruangnya terletak di lantai paling atas, lantai 21. Ternyata di ruangan itu ada pintu yang bisa menuju rooftop. Sebelum rapat dimulai, saya menuju rooftop itu. Masyaa Allah, indahnya pemandangan kota Bogor dilihat dari lantai 21. Tampak satu lokasi yang sangat rimbun dibanding lainnya, didominasi hijau daun. Tentu saja itu Kebun Raya Bogor. Udara pagi itu juga sangat sejuk meski sang bagaskara sudah melemparkan senyum manisnya.
Saat berada dalam suasana seperti itu, asyiknya memang merenung atau berkontemplasi sembari menikmati keindahan ciptaan-Nya.
Teringat sebuah nasihat berharga dari Imam Hasan Al-Bashri, "Apabila engkau melihat ada orang yang mengunggulimu dalam urusan dunia (lebih kaya, lebih populer, lebih tinggi jabatannya, atau lebih keren penampilannya), maka unggulilah dia dalam urusan akhirat (lebih mantap dan hebat dalam ketaatan kepada Allah Ta'ala)."
Lebih asyik terus berusaha menjadi lebih dari diri sebelumnya, daripada ambisi untuk selalu menjadi lebih dari orang lain.
Kita memang tidak tahu sisa usia tinggal berapa lama lagi, tapi kita HARUS TAHU untuk apa sisa usia itu dimanfaatkan.
Semoga senantiasa di jalan kebaikan.
Kalau afirmasi positif ala-ala motivator saya (baca : suami tercinta 😍), "Everyday in every way, i'm getting better and better"
Maka, mari kita berlomba dalam kebaikan. Lakukan amal-amal terbaik sesuai kemampuan kita untuk melakukannya. Sebab, tiada yang akan bisa mengangkat derajat kita di sisi-Nya selain amal saleh yang ikhlas lagi istiqamah. . 💌Each new day is a blank page in the diary of our life.. Wishing you happiness today, tomorrow, and always... ♡♡♡ Selamat beristirahat dan jangan lupa saling mendoakan ya, Sahabat 😊Have a barokah day ^____^Selamat #MenikmatiIndahnyaHidup
Semalam pasti banyak yang berada di depan TV untuk menyaksikan debat perdana Capres dan Cawapres. Pun demikian dengan saya dan suami. Saking antusiasnya, sampai suami membeli dua kotak martabak untuk camilan. Satu kotak martabak telor dan satu kotak martabak cokelat kacang. Nyummy 😍. Debat direncanakan akan dimulai pukul 20.00. Sambil menunggu, saya duduk di sofa sambil membaca. Suami duduk di lantai dekat sofa. Beberapa waktu kemudian, ternyata kami ketiduran 🤣. Sekitar jam 21.00 baru terbangun untuk pindah tempat ke karpet depan TV dan sempat menyaksikan debat. Sambil ngemil martabak tentunya.
Setelah menyaksikan debat fullnya di Youtube pagi tadi saat perjalanan di KRL dari stasiun Bogor sampai stasiun Gondangdia, saya teringat sebuah pepatah Jawa "Ajining dhiri dumunung ana ing lathi", yang artinya nilai/kualitas diri (kepribadian seseorang) tergantung dari ucapannya. Lantas membatin, dari debat capres-cawapres semalam tentunya masyarakat makin bisa menilai siapa yang nantinya akan dipilih sebagai pemimpin negeri ini di tanggal 17 April 2019 nanti.
Sempat terlintas dalam pikiran saya, berapa ya nilai diri seseorang dilihat dari perkataannya, ketika apa yang dia katakan adalah dari hasil mencontek dan mungkin berasal dari buah pikiran orang lain?
Hehe... Saya kira semua sudah cukup cerdas untuk menilai. Itu tadi hanya sekelebat lintasan pikiran saya dalam perjalanan pagi tadi.
Dalam memilih -tanpa intervensi-, tentunya dibutuhkan ketenangan hati dan kejernihan berpikir. Tidak sekadar ikut-ikutan. Dalam menyatakan keberpihakan juga harus cerdas, jangan sampai melahirkan kata-kata pedas yang tak beretika. Saling kritik boleh, tapi dengan santun. Jangan berisik!
Jujur, saya ingin segera tanggal 17 April 2019. Bukan karena pilpres dan pileg saja, tapi juga ingin cuti sepekan dan mudik. Hehe.. Oh iya, kira-kira saya akan memilih paslon 01 atau 02 ya? - Hmm... Maaf, saya tidak akan memberikan kisi-kisinya! 😂
#latepost
Sebelumnya, saya pernah bercerita tentang Krimi. Seekor kucing ajaib yang membersamai saya ketika tinggal di Depok. Bisa dibaca di postingan saya pekan lalu ya. 😻
Saat pindah ke Bogor, ternyata Allah takdirkan untuk bersua dengan kucing ajaib lain yang gerak-geriknya mirip dengan Krimi. Ketika saya pulang kantor, dia menyambut dengan antusias. Tatkala buka pintu, dia akan gegas masuk rumah mengalahkan kecepatan cahaya. Suaranya pun mirip dengan Krimi. Wkwk.. . 😻
Namanya Kucel. Bukan karena penampilannya yang kucel, tapi karena dia seperti pakai celak mata.
Kucel : kucing celak.
"Dinda, bagaimana jika penulis dan buku bertemu?" kata suamiku tiba-tiba. "Mereka akan jadi pasangan serasi, Kanda. Sejatinya mereka adalah dua sejoli yang tidak dapat dipisahkan. Penulis yang rajin baca buku, akan jadi kaya. Kaya diksi, kaya ilmu, kaya inspirasi." jawabku yang tengah membaca buku.
Pagi yang cerah. Aku sudah berdiri di pertigaan komplek menanti seseorang. Bukan menanti kehadiran tukang sayur atau penjual bubur ayam keliling."Wah, itu dia. Kakak berjilbab biru sudah membukakan pintu." Dengan setengah berlari, aku masuk ke halaman rumah kakak itu." Terbukanya pintu rumah kakak berjilbab biru itu menjadi suatu momen yang kunantikan tiap hari.
"Hai Jeje, mana Juju kok nggak diajak?" Sapa si kakak ramah sambil mengusap badanku dan menuangkan sarapan favoritku.
Juju adalah saudari kembarku. Sayang, dia lebih asyik main di komplek sebelah dan tidak mau kuajak ke rumah kakak ini.
Saat tengah asyik menikmati sarapan, datang dua tante heboh yang juga tak mau kalah menagih jatah sarapannya. Kedua tante itu sedang hamil. Mungkin karena bawaan hamil juga, mereka menatapku sinis karena sudah sarapan terlebih dahulu.
Rasanya ingin segera menghabiskan sarapan dan kabur dari situ sebelum kena omel emak-emak yang tengah dilanda lapar.
Ahad pagi, saat hendak pergi, saya lihat bu RT sedang membeli jamu. Bukan jamu yang digendong seperti penjual jamu pada umumnya. Ibu penjual jamu ini naik motor. Keren, ya? Penjual jamu zaman now! . 🎒
.
Saya ikut bergabung membeli jamu dengan Bu RT. Saya pun kepo pada si penjual. "Bu, aslinya dari mana?" Beliau antusias menjawab, "Dari Tawangsari, Sukoharjo." Saya sumringah, "Wah, deketan dong sama saya. Saya dari Wonogiri. Sekarang tinggal di mana, Bu?" "Di warung bakso depan komplek itu lho, Teh. Yang jual bakso itu suami saya," jawab si Ibu. "Ibu dah berapa lama tinggal di Bogor?" tanya saya lagi. "Sudah lama, Teh. 22 tahun," jawab si Ibu sambil menyodorkan jamu pahit campur pesanan saya.
Bakso depan komplek yang notabene milik suami ibu penjual jamu 'nyentrik' itu sangat laris dan memang terkenal enak. Bahkan tempat dagangnya sangat 'wow'. Perjalanan mereka selama 22 tahun merantau sampai detik ini tentunya penuh dengan kerja keras.
Pada hakikatnya, bukan berapa lama kita merantau, bukan berapa pundi rupiah yang telah berhasil kita dapatkan dan kumpulkan, tapi seberapa besar manfaat yang telah kita sebarkan pada sekitar. Baik di tempat perantauan kita maupun di tempat kelahiran yang kita tinggalkan.
Orang berilmu dan beradab tidak akan diam di kampung halaman.
Tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang.
Merantaulah, kau akan dapatkan pengganti dari kerabat dan kawan.
Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang. ~ Imam Syafi'i
Saya tidak akan bertanya berapa lama sahabat merantau, tapi pertanyaan saya adalah : kalau beli jamu, suka beli jamu apa? 🤭
Sekelompok masyarakat menunjuknya sebagai calon presiden. Dia menerima amanah itu dan menyiapkan visi misi yang nantinya akan dijalankan jika terpilih. Dia dan tim suksesnya yang menyusun. Tentu, porsi ide sang capres jauh lebih banyak dibanding ide timsesnya. Tibalah saat pemaparan visi misi di dua tempat, yakni di dalam ruangan dan di terminal. Terminal dipilih karena diketahui masih banyak masyarakat yang apatis akan adanya proses demokrasi pergantian kepemimpinan ini. Sang capres dengan gamblang menyampaikan visi misinya. Bahkan dia merumuskannya dalam satu kata, HEBAT. HEBAT kependekan dari Harmonis, Edukatif, Berani, Aktif, dan Terdepan. Sang capres ingin kelak nantinya 'negara kecil' yang dipimpinnya memiliki masyarakat yang harmonis, berpendidikan baik, berani dalam kebenaran, aktif dalam hal positif, dan terdepan dalam prestasi.
Suatu hari, dalam debat capres, sang capres ini dipertemukan dengan kandidat capres lainnya. Debat tersebut dimanfaatkan sekelompok oknum yang punya niat licik untuk mempermalukan sang capres ini di hadapan masyarakat umum yang kebanyakan masih apatis.
Ada sebuah kontrak politik sangat sulit yang disodorkan oknum tersebut pada sang capres. Oknum itu menantang semua capres untuk menandatanginya. Sang capres menanyakan mana materainya kepada si oknum. Berubahlah wajah si oknum karena dia tidak menyiapkan materai itu.
Sang capres mengeluarkan selembar materai dari dalam dompetnya. Dia berujar dengan lantang, "Saya sudah menyiapkan materai ini jauh-jauh hari sebelum ada kontrak politik ini." Saat si oknum baru membeli materai dan capres lain belum menandatangi kontrak politik, capres HEBAT sudah lebih dulu tanda tangan dengan materainya.
Masyarakat memberikan tepuk tangan riuh pada sang capres.
Si oknum pucat pasi.
Pasca itu, elektabilitas sang capres meroket tinggi.
Dia pun terpilih menjadi presiden.
Alhamdulillah, capres itu kini jadi presiden di rumah tangga kami 😍. .
Kisah ini terinspirasi dari kisah beliau saat jadi capres mahasiswa di kampus UNSRI Palembang. .
Pagi tadi saya diantar suami naik motor ke stasiun. Saat sampai di belokan jalan dekat stasiun, ada seorang pengendara motor (sebut saja A) yang menyenggol bagian belakang motor (sebut saja B) di depannya. Sepertinya karena ada angkot mendadak berhenti di depan B sehingga dia harus ngerem mendadak. Tahu motornya ditabrak A, B hanya menoleh sejenak ke A kemudian melaju lagi. A berusaha mendekati B, dia membunyikan klakson. B menoleh, kemudian A berteriak mengucapkan permintaan maaf.A : "Punten ya kang!"B : "Iya, gak apa-apa." (sambil mengangguk). Kemudian keduanya kembali melaju.
Masya Allah, saya yang menyaksikan kejadian itu trenyuh melihatnya. Pemandangan yang indah, bukan? Ada pesan damai di tengah padatnya jalan di pagi ini.
Saya punya semacam tagline yakni "Ada pelajaran di setiap perjalanan". Nah, setidaknya ada 3 (tiga) pelajaran yang saya dapat:
1. Apabila melakukan kesalahan, meski mungkin tidak disengaja, harus berani mengakuinya dan meminta maaf atas kesalahan itu.
2. Perlu kelapangan hati untuk memaafkan kesalahan orang lain. Tidak perlu membesarkan masalah kecil dan berusaha untuk bisa menahan amarah.
3. Hati-hati di jalan, jangan lupa berdoa dan berzikir sehingga atas apapun peristiwa yang terjadi, hati kita tetap tenang dan lisan lebih terjaga.
Semoga Allah senantiasa menjaga kita di setiap perjalanan. Aamiin.
|
Ulah Krimi |
Saat tinggal di Depok, ada kucing yang suka sekali datang ke rumah. Namanya Krimi, karena warna bulunya yang krem. Ternyata ditambah sama tindakannya yang agak-agak Krimi-nal. Hehe.. 🐾Krimi adalah kucing yang sangat terobsesi untuk bisa masuk rumah. Dia pernah membuat lobang di atap kamar mandi, nekat masuk lewat terali jendela kamar yang sempit, ngeong-ngeong histeris di samping ventilasi dekat tempat saya nyuci, sampai-sampai kalau saya membuka pintu dia akan secepat kilat masuk rumah. Kata suami, kecepatannya masuk rumah bisa melebihi kecepatan cahaya! Wkwk. 🐾
Nah, saya dan suami selalu punya stok biskuit kucing di rumah. Pernah suatu hari saat pintu rumah terbuka, Krimi tertangkap basah sedang ngemil biskuit itu langsung dari toplesnya! (Seperti foto). Langsung takjub saya. Ada gitu ya kucing se-amazing ini 🤣. 🐾
Krimi pernah 'diasingkan' ke tempat lain atas tindakan 'kriminal'-nya di rumah tetangga. Akibat perbuatan tidak menyenangkannya, dia kena hukuman 'pengasingan' ke suatu tempat yang berjarak sekitar 2 km dari kediaman kami. Saya sedih atas hukuman yang harus diterima kucing tiga warna berekor seuprit itu. Hampir tiap hari Ahad, saya dan suami naik motor melewati tempat 'pengasingan' Krimi, berharap bisa bertemu dengannya kemudian mengajaknya pulang. Sampai-sampai kami menamai jalan di sekitar tempat Krimi 'diasingkan' itu sebagai Jalan Krimi. 🐾
Setiap shalat, kadang-kadang terselip doa untuk Krimi semoga dia masih hidup dan sehat selalu. Saya pun masih menaruh harapan bahwa Krimi akan kembali. 🐾
Benar saja, 9 bulan setelah hari 'pengasingan' itu, Krimi kembali! Alhamdulillah, Allahu akbar!! Krimi tetap seperti dulu! Masih memiliki kecepatan cahaya untuk menerobos masuk rumah, masih bertampang innocent, dan masih bertindak sesuka hati. 9 bulan bukan waktu yang singkat lho untuk menemukan jalan pulang! 🐾
Kini saya harus berpisah dengan Krimi karena hijrah ke Bogor. Sepekan lalu saat mampir Depok, ternyata saya tidak menemukan Krimi.
Lantas muncul pertanyaan dalam benak saya, "Apakah Krimi sudah mulai melakukan longmarch menuju Bogor?
Kemarin saya pulang kantor dijemput suami di stasiun Bogor. Kami pun mampir di warung soto dan garang asem yang kami lewati. Ternyata nasinya habis padahal mau beli nasi sebungkus juga. Ya sudah akhirnya beli garang asem saja. Sebenarnya di rumah bisa masak nasi, cuma baru ingat kalau tinggal beras merah saja. Plus udah lapar. So, mending jajan nasi sekalian saja. Hehe..
Sebelum sampai, kami beli nasi di warteg dekat rumah.
Sesampainya di rumah, kami pun beres-beres diri, mandi, sholat Isya, dll. Setelah seger, lanjut persiapan makan malam.
Saya : "Nda, garang asemnya mana?"
Suami : "Lho, bukannya tadi sudah Didi bawa?"
Saya : "Tadi kan dicantol di motor. "
Suami langsung bergegas keluar rumah untuk ngecek garang asem di motor.
Suami : "Wah, nggak ada Din!"
Kami pun mencari garang asem tersebut, dari dapur sampai depan rumah. Kalau-kalau sudah diangkut kucing. Tapi hasilnya nihil.
Sampai sekarang saya masih penasaran ke mana garang asem itu. Apakah terjatuh di jalan atau sudah diangkut kucing? *karena banyak kucing sliweran di sekitar rumah.
Akhirnya malam itu makan dengan fusilli pizza hut pakai nasi wkwk (masih ada fusilli di kulkas, jadi tinggal dipanasin). 🍲
Kapan-kapan mau jajan garang asem lagi deh. Semalam pulangnya gak lewat warungnya. 🍲
Ada yang pernah mengalami kejadian serupa??
|
Ayah-Ayah Terbaik dalam Hidup Saya |
|
|
Ngger putraku kembar kang kinasih
Siro iku wus winengku priyo
Trisno lahir lan bathine
Ngedohake ing panyendhu
Guyub rukun kang tansah diudi
Mrih tentreming kluargo
Jumbuh kang ginayuh
Setyo tuhu marang garwo
Sujud syukur mring Gusti Kang Moho Suci
Slamet ndonyo akherat
Alhamdulillah, Allah izinkan saya menunaikan Shalat Idul Adha di Masjid Ukhuwah Islamiyah, Universitas Indonesia, Depok hari ini. Membuat saya tertegun dan terharu karena saya teringat sebuah impian beberapa tahun silam. Waktu itu di tahun 2010 saya sedang diklat CPNS di Pusdiklat Kemendag, Sawangan Depok.
Saya menemukan cerpen ini di folder komputer
kantor saya tahun 2014. Duh, bikin berbunga-bunga banget waktu dibaca ulang.
Berhubung hari ini belum posting, ya sudah kisah yang saya tulis tersebut saya
posting ya. Karena dulu sebenarnya mau diikutkan lomba kisah romantis gitu deh
tapi ternyata telat dan saya baru ingat kalau pernah menuliskannya. Simak aja
ya.
Salah satu jenis pakaian yang saya suka adalah jaket. Hampir setiap hari saya mengenakannya saat berangkat ke kantor maupun ke luar rumah. Hingga suatu hari saya membeli sebuah jaket model hoodie (seperti di gambar). Saat saya kenakan ternyata cocok dengan saya. Kalau kata orang Jakarte, "Jaket ini gue banget dah!". Suatu ketika saya pakai ke kantor, orang-orang kantor pun heboh karena tertarik dengan jaket Korean Hoodie saya. Saya akhirnya memutuskan untuk jualan jaket tersebut, dan berhasil dapat 40 pcs orderan pertama. Alhamdulillah..
NHW#7_ETIKA SURYANDARI
Alhamdulillah, sudah memasuki NHW#7, perjalanan di kelas matrikulasi sudah
cukup jauh ya. Tetap semangaaaat!!! Setelah berusaha mengetahui diri sendiri lewat
NHW-NHW sebelumnya, dalam NHW kali ini akan mengkonfirmasi apa yang sudah ditemukan
selama ini dengan tools “Temu Bakat” yang sudah dibuat oleh Abah Rama di
Talents Mapping kemudian segera mencocokkan hasil temu bakat tersebut dengan
pengalaman yang sudah pernah ditulis di NHW#1 – NHW#6. Semua ini ditujukan
agar bisa masuk di ranah produktif dengan BAHAGIA.
Bisa saya bilang, NHW kali ini sangaaaat seru... Yuk, simak hasilnya!
Krimi diajak ke mall oleh Agan, tetangganya. Ini pertama kalinya Krimi ke mall. Sampai di depan pintu masuk, dia berhenti karena melihat pintunya bisa buka tutup sendiri.
Agan langsung menarik tangan Krimi, "Hey, ayo masuk!"
"Permisi," saat Krimi masuk.
NHW #6_Etika Suryandari_IIP Depok
Pada Matrikulasi IIP yang ke-6, kami masuk dalam tahap “belajar
menjadi manajer keluarga yang andal. Mengapa harus melewati tahap tersebut?
karena hal ini akan mempermudah kami untuk menemukan peran hidup kita dan
semoga mempermudah kami dalam mendampingi anak-anak menemukan peran hidupnya.
Ada hal-hal yang kadang mengganggu proses kita menemukan peran
hidup yaitu RUTINITAS. Menjalankan pekerjaan rutin yang tidak selesai, membuat
kita merasa sibuk sehingga kadang tidak ada waktu lagi untuk proses menemukan
diri.