Du di du di dam dam du di du di dam..
Du di du di dam dam du di du di dam.
Kamu makannya apa? Tempe!
Saya juru masaknya. Oke!
Ada tempe goreng, ada ayam goreng
Semua yang digoreng (oseng, oseng, oseng)
Sabtu lalu, 16 Desember 2017 telah digelar seminar parenting dan workshop fotografi "Menggali Potensi Bunda di Era Digital dalam Mendukung Generasi Maju" yang diadakan oleh Mombassador dan SGM Eksplor di Gedung Perfilman Usmar Ismail, Jakarta Selatan.
NHW #6_Etika Suryandari_IIP Depok
Pada Matrikulasi IIP yang ke-6, kami masuk dalam tahap “belajar
menjadi manajer keluarga yang andal. Mengapa harus melewati tahap tersebut?
karena hal ini akan mempermudah kami untuk menemukan peran hidup kita dan
semoga mempermudah kami dalam mendampingi anak-anak menemukan peran hidupnya.
Ada hal-hal yang kadang mengganggu proses kita menemukan peran
hidup yaitu RUTINITAS. Menjalankan pekerjaan rutin yang tidak selesai, membuat
kita merasa sibuk sehingga kadang tidak ada waktu lagi untuk proses menemukan
diri.
NHW#5_Etika Suryandari_IIP Depok
Setelah
mempelajari tentang “Learning How to Learn” maka di NHH #5 kali ini kami
diminta untuk praktik membuat “Desain Pembelajaran” sendiri. Sebelum membuat
“Desain Pembelajaran”, saya mulai dengan mencari referensi tentang apa itu
“Desain Pembelajaran”. Berhubung belum sempat ke perpustakaan untuk mencari buku
terkait, akhirnya saya berselancar di dunia maya.
Alhamdulillah
memasuki pekan kedua di kelas matrikulasi Institut Ibu Profesional dengan
materi “Menjadi Ibu Profesional Kebanggaan Keluarga”. Nah nice home work-nya
tentang indikator profesionalisme seorang perempuan dalam perannya sebagai
individu, istri, dan ibu.
Ada seorang ibu yang berprinsip dalam hal 'menyuruh anak'
- saat menyuruh pertama kali, berarti ia menyampaiken pesan 'minta tolong'
- jika mengulang 1x, brarti ia termasuk ibu yang cerewet
- jika mengulang 2x, berarti ia termasuk ibu yang bawel..
Karena ia tidak mau jadi ibu yang cerewet/bawel, maka ia tidak pernah
mengulang ketika minta tolong, jika 1x meminta tolong tapi tidak
ditanggapi, maka ia kerjakan sendiri, tidak marah dengan kata-kata,
meski muka nampak agak masam.. Alhasil, anak-anaknya selalu bersegera
dengan perintah pertama ibunya..
Copas dari notenya mbak Aniska :)
Tulisan ini
diposting pada bulan April 2011 di blog sebelumnya.
|
Dua tahun yang lalu, saat liburan ke Magelang |
“Yah, Nanda boleh nikah tahun ini ya?” tanya Nanda pada Ayahnya awal tahun 2010 lalu lewat SMS.
“Mmm, memangnya sudah punya calon?” Ayah membalas SMS-nya
“Ada yang baru mau kenalan dengan Nanda, Yah. Namanya Azzam Mumtaza.
Nanda baru kenal dari biodata yang dikasih guru ngaji Nanda sore ini.
Nanda boleh nikah tahun ini, Yah?” tanya Nanda kemudian.
“Kalau memang kamu sudah siap, Ayah hanya bisa merestui.” Balasan SMS Ayah membuat Nanda sangat bahagia.
Selang beberapa hari kemudian, Asri, adik bungsu Nanda SMS mengabarkan
kalau Ayah mereka sakit. “Kak, Ayah sakit. Entahlah, akhir-akhir ini
sepertinya Ayah kehilangan nafsu makannya. Beliau juga sering melamun.”
Nanda terkejut. Ia segera menekan 12 digit tombol di ponselnya, menghubungi sang Ayah.
“Assalamu’alaikum...” Nanda cemas.
“Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh...” jawab suara di seberang sana.
“Ayah sakit ya? Sakit apa, Yah? Ayah jangan kecapekan dong...” Nanda menghamburkan semua tanyanya.
“Ayah nggak apa-apa, Nak... Cuma capek saja. “ jelas Ayah dengan nada lemah.
“Jaga kesehatan ya, Yah... Nanda jadi kepikiran nih,” tutur Nanda.
“Iya, Nak. Eh, Nanda benar sudah siap nikah tahun ini? Nak, selesaikan
dulu masa diklatmu. Tahun depan saja. Kan kamu sudah jadi pegawai tetap.
Lagipula kakak sulungmu belum menikah.” Rentetan kata dari Ayah
tersebut membuat Nanda terkesiap.
“Yah... sepertinya Ayah masih belum meridhai Nanda menikah tahun ini.
Bismillah, baiklah Yah. Nanda akan turuti keinginan Ayah. Nanda tidak
ingin membuat Ayah kecewa. Tapi tahun depan Nanda boleh nikah ya, Yah?”
tanya Nanda penuh harap.
“Insya Allah, saat itu mungkin Ayah sudah benar-benar siap melepasmu, Nak!” jawab Ayah.
***
Kisah di atas terinspirasi setelah membaca sebuah artikel yang saya baca di majalah Tarbawi edisi special tentang Ayah.
Ayah dan putrinya, bisa diibaratkan dengan seorang lelaki dengan bunga
mawar di kebunnya. Seseorang yang menanam bunga mawar, merawatnya dalam
waktu yang tak singkat, dan menemaninya dalam setiap fase
pertumbuhannya, tidak akan mungkin begitu saja memberikan bunga itu pada
orang yang baru saja melihatnya, kemudian ingin memetiknya. Pemilik
mawar itu pasti ingin memastikan apakah mawar tersebut akan dirawat
lebih baik atau minimal sama dengan sebelum diberikannya kepada si
pemetik tadi.
Sang pemilik mawar pasti ingin agar bunganya senantiasa harum dan tak
ternoda oleh apapun! Ia inginkan mawarnya tetap indah dan terawat saat
ia tak lagi ada di kebunnya. Jikapun pada saatnya nanti mawarnya
berpindah ke sebuah vas bunga yang tak seindah dan seluas kebunnya, ia
hanya ingin sang pemilik vas itu memetik bunga mawarnya dengan penuh
hormat. Sang pemilik mawar mungkin merasa cemas jika bunga kesayangannya
itu tidak mendapatkan cinta dan perlindungan seperti saat ia
merawatnya.
Hmm, begitu pun dengan Ayah. Ayah mungkin merasa cemas bahwa dalam
pandangannya, sepertinya belum ada lelaki yang dapat mencintai putrinya
seperti dirinya! Ayah hanya perlu waktu untuk mengizinkan seseorang yang
tepat untuk mendapatkan putrinya dengan cara terhormat.
Seringnya, saat putrinya meminta sesuatu pada Ayah. Ayah pasti tak kuasa
mengatakan “tidak”. Dia memilih diam atau mengangguk sebagai tanda demi
melihat senyum manis putrinya. Meski dalam hatinya, seringnya tidak
selaras dengan apa yang dia katakan. Diam-diam dia akan berusaha
mewujudkan keinginan sang putri. Entah dengan bekerja lebih keras dari
hari biasanya atau usaha lain. Meski saat keinginan sang putri begitu
berat baginya. Seperti dalam contoh kisah di atas. Awalnya Ayah akan
mengiyakan, meski pada akhirnya Ayah tidak mengabulkan permintaan
putrinya dengan cara yang halus dan di saat yang tepat. Ah, ayah memang
punya cara sendiri dalam menunjukkan cintanya. Ia pasti inginkan yang
terbaik untuk putrinya.
“Nak, jangan cengeng meski kamu seorang perempuan, jadilah selalu
bidadari kecilku dan bidadari terbaik untuk ayah anak-anakmu kelak,
laki-laki yang lebih bisa melindungimu melebihi perlindungan Ayah. Tapi
jangan pernah kau gantikan posisi Ayah di hatimu,” pesan Ayah pada putri
kesayangannya.
030411_20:19
Saat hari ini belajar ikhlas melepaskan suatu benda yang disayangi...
Hmm, tapi itu semua aku lakukan untuk mewujudkan impian Ayah... Ayah,
aku mencintaimu.. Memang, tak bisa menyamai cintamu padaku sedari dulu,
tapi aku berjanji akan lebih sering mengungkapkan cintaku padamu...
Aisya Avicenna
Tulisan ini
diposting pada bulan April 2011 di blog sebelumnya.
|
ALLAHU AKBAR!!! |
Assalamu’alaykum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Selamat pagi Ananda tersayang.
Selamat berjumpa lagi dengan hari yang baru.
Selamat merangkai karya dengan senantiasa meluruskan niat untuk Allah semata.
Semoga Ananda senantiasa menjadi pribadi yang pandai bersyukur agar
kenikmatan dan karunia-Nya senantiasa berlimpah. Semoga Ananda menjadi
umat tersayang dari Baginda Rasulullah Saw yang syafa'atnya turut pula
dihadiahkan kepada kita sebagai umatnya. Aamiin Ya Rabbal'alamiin.
Ananda tersayang, ini surat Bunda yang pertama untuk Ananda. Maafkan
Bunda ya, bukan berarti Bunda tak mau menyempatkan waktu barang sejenak
untuk menuliskannya, tapi memang terasa sulit untuk mengungkapkan isi
hati Bunda lewat kata-kata. Rangkaian kata ini belum cukup mewakili
cinta Bunda pada Ananda. Rangkaian kata ini belum mampu menggambarkan
apa yang membuncah di hati Bunda.
Ananda tercinta, kehadiran Ananda menjadikan hidup Bunda semakin
diliputi perasaan bahagia. Menjadi ibu adalah karunia dari-Nya yang
begitu luar biasa. Membuat hidup Bunda terasa lengkap karena kehadiran
Ananda di tengah keluarga kita. Ya, keluarga kita yang insya Allah penuh
dengan kebahagiaan. Sakinah, mawadah, warahmah. Bunda bangga karena
mempunyai gelar baru sebagai seorang ibu. Alhamdulillah, senangnya hati
Bunda. Panggil ibumu ini dengan sebutan “Bunda” ya.
Ananda belum mengenal Bunda ya? Izinkan Bunda memperkenalkan diri dulu
ya. Biar Ananda makin sayang dengan Bunda. Etika Suryandari, itulah nama
Bunda yang diberikan oleh ayah Bunda, kakek Ananda tercinta. Bunda
diberi nama "Etika" karena Bunda diharapkan dapat menjadi orang yang
berakhlak baik (beretika), "Surya" berarti matahari. Bunda diharapkan
menjadi pribadi yang bermanfaat untuk banyak orang layaknya matahari
yang banyak menebarkan manfaat pada semua makhluk. Dan "ndari" berasal
dari bahasa Jawa "ndadari" yang berarti bersinar terang. Bunda
diharapkan menjadi cahaya bagi sekitar, mampu memberi inspirasi pada
orang lain. Nama ini adalah tanggung jawab, Anandaku sayang. Semoga
Bunda dapat menjadi seperti apa yang diharapkan ibu dan ayah Bunda.
Aamiin Ya Rabbal'alamiin.
Oh ya, Bunda sekarang beraktivitas sebagai calon Statistisi di
Kementerian Perdagangan Jakarta. Statistisi? Pasti Ananda belum tahu ya
maksudnya. Statistisi adalah orang yang pekerjaannya berhubungan dengan
data. Banyak berhubungan dengan Matematika juga. Ya, karena Bunda
sarjana Matematika, Sayang. Bunda berharap kelak Ananda juga menyukai
pelajaran Matematika karena kebanyakan anak-anak tidak menyukai
pelajaran ini. Bunda akan membimbing dan mengajari Ananda dengan sepenuh
hati! Kita akan belajar bersama ya Sayang. Meski Bunda bekerja di
kantor, Bunda berjanji tetap akan memprioritaskan urusan keluarga karena
Bunda ingin selalu memberikan yang terbaik pada keluarga.
Selain beraktivitas di kantor, kini Bunda juga aktif di Forum Lingkar
Pena (FLP) Jakarta. Di komunitas inilah Bunda belajar banyak untuk
menjadi seorang penulis. Hmm, Bunda memang memiliki impian untuk menjadi
penulis, Ananda sayang. Bahkan Bunda memiliki impian untuk menjadikan
keluarga kita adalah keluarga penulis. Suatu saat nanti, Bunda ingin
bisa melahirkan karya kita bersama. Sebuah buku karya Bunda, Ayah, dan
juga Ananda. Subhanallah, alangkah bahagianya jika mimpi itu benar-benar
terealisasi. Semoga saja Allah memberi kemudahan ya Sayang... aamiin..
Saat Bunda menulis surat ini, Ananda memang belum lahir. Bunda bahkan
belum bertemu Ayah. Bunda akan terus berusaha melakukan yang terbaik
untuk Ananda dengan memilih Ayah yang sholeh, yang bisa menjadi imam
kita kelak. Sudah tertanam dalam diri Bunda bahwa pernikahan Bunda
dengan Ayah nanti bervisi untuk mewujudkan pernikahan sebagai
penyempurna agama yang bukan sekedar untuk mencari bahagia, tapi menuai
keberkahan di dunia dan akhirat, bersama menuju surga-Nya. Ya, kita akan
berjuang bersama menuju surga-Nya. Al-Firdaus, surga tertinggi dambaan
setiap muslim sejati. Ananda adalah kunci surga bagi Bunda. Maka, Bunda
akan terus menjaga kunci itu sebaik-baiknya.
Sebuah konsep keluarga SMART akan Bunda bangun bersama Ayah Ananda
kelak. Semoga kami bisa membimbing Ananda menjadi mujahid-mujahidah
tangguh kebanggaan dien ini, Islam yang mulia. Ananda ingin tau apa itu
keluarga SMART? Inilah keluarga impian Bunda yang kelak akan Bunda
wujudkan bersama Ananda dan bersama Ayah tentunya. (* SMART-nya sengaja
disensor! ^^v *)
Ananda tersayang, mari kita wujudkan bersama impian besar ini ya...
Menjadi seorang ibu memang tak mudah. Tapi Bunda akan terus melakukan
yang terbaik untuk Ananda. Karena Ananda adalah amanah dari-Nya. Amanah
yang luar biasa. Bunda akan membimbing Ananda menjadi generasi Qur’ani,
generasi yang cinta Al-Qur’an. Mari membaca Al Qur'an dengan tartil,
memahami artinya, menghafalnya, dan saling mengingatkan dengan
mengamalkannya dalam kehidupan kita sehari-hari. Sehingga di suatu masa
nanti saat Bunda menghadap-Nya, Bunda akan memakai mahkota berkilauan.
Ya, itu hadiah dari Ananda pada Bunda sebagai seorang anak yang cinta
Al-Qur’an.
Ananda tercinta, jadilah cahaya bagi Bunda. Pilihlah kata terbaik,
pilihlah sikap terpuji saat berinteraksi dengan Bunda dan yang lainnya.
Karena dengan begitu, Bunda akan semakin bahagia dan bangga pada
Ananda. Karena Bunda inginkan anak-anak Bunda adalah anak-anak yang
sholeh dan sholehah. Surga berada di telapak kaki Ibu. Semoga Allah Swt
juga berkenan meletakkan surga-Nya pada diri Bunda. Bunda ingin menjadi
ibu terbaik untuk Ananda kelak.
Ananda terkasih, Bunda menyadari bahwa Ananda hanyalah titipan. Ananda
bukan milik Bunda. Ananda juga bukan milik Ayah. Tapi, Ananda milik
Allah Swt. Bunda tidak akan menuntut balas budi Ananda atas pengorbanan
Bunda yang telah mengandung, melahirkan, menyusui, dan merawat Ananda.
Bunda hanya ingin Ananda berbakti sepenuhnya pada Allah Swt. Menjadi
hamba-Nya yang beriman dan beramal sholeh.
Tak terasa, bagaskara kian meninggi. Sudah saatnya Bunda mempersiapkan
diri untuk merangkai karya. Bunda akan mengumpulkan rupiah demi rupiah
untuk mencukupi kebutuhan Ananda kelak. Doakan Bunda ya, semoga setiap
rezeki yang Bunda terima adalah rezeki yang halal dan penuh kebarokahan
dari Allah Swt karena Bunda selalu inginkan yang terbaik untuk Ananda..
Sudah dulu ya, sekian surat dari Bunda.
Ananda, cinta Bunda tak bertepi.
Wassalamu’alaykum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Jakarta, 30 September 2010_06:13
Bunda yang sangat mencintaimu,
Aisya Avicenna
*Surat ini pernah diikutkan dalam lomba menulis surat dari calon Bunda pada Ananda, tp gak tau kabarnya... ^^v
Tulisan ini
diposting pada bulan Maret 2011 di blog sebelumnya.
Assalamu’alaykum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Selamat pagi Ananda tersayang.
Selamat berjumpa lagi dengan hari yang baru.
Selamat merangkai karya dengan senantiasa meluruskan niat untuk Allah semata.
Semoga
Ananda senantiasa menjadi pribadi yang pandai bersyukur agar kenikmatan
dan karunia-Nya senantiasa berlimpah. Semoga Ananda menjadi umat
tersayang dari Baginda Rasulullah Saw yang syafa'atnya turut pula
dihadiahkan kepada kita sebagai umatnya. Aamiin Ya Rabbal'alamiin.
Ananda
tersayang, ini surat Bunda yang pertama untuk Ananda. Maafkan Bunda ya,
bukan berarti Bunda tak mau menyempatkan waktu barang sejenak untuk
menuliskannya, tapi memang terasa sulit untuk mengungkapkan isi hati
Bunda lewat kata-kata. Rangkaian kata ini belum cukup mewakili cinta
Bunda pada Ananda. Rangkaian kata ini belum mampu menggambarkan apa yang
membuncah di hati Bunda.
Ananda tercinta, kehadiran Ananda
menjadikan hidup Bunda semakin diliputi perasaan bahagia. Menjadi ibu
adalah karunia dari-Nya yang begitu luar biasa. Membuat hidup Bunda
terasa lengkap karena kehadiran Ananda di tengah keluarga kita. Ya,
keluarga kita yang insya Allah penuh dengan kebahagiaan. Sakinah,
mawadah, warahmah. Bunda bangga karena mempunyai gelar baru sebagai
seorang ibu. Alhamdulillah, senangnya hati Bunda. Panggil ibumu ini
dengan sebutan “Bunda” ya.
Ananda belum mengenal Bunda ya?
Izinkan Bunda memperkenalkan diri dulu ya. Biar Ananda makin sayang
dengan Bunda. Etika Suryandari, itulah nama Bunda yang diberikan oleh
ayah Bunda, kakek Ananda tercinta. Bunda diberi nama "Etika" karena
Bunda diharapkan dapat menjadi orang yang berakhlak baik (beretika),
"Surya" berarti matahari. Bunda diharapkan menjadi pribadi yang
bermanfaat untuk banyak orang layaknya matahari yang banyak menebarkan
manfaat pada semua makhluk. Dan "ndari" berasal dari bahasa Jawa
"ndadari" yang berarti bersinar terang. Bunda diharapkan menjadi cahaya
bagi sekitar, mampu memberi inspirasi pada orang lain. Nama ini adalah
tanggung jawab, Anandaku sayang. Semoga Bunda dapat menjadi seperti apa
yang diharapkan ibu dan ayah Bunda. Aamiin Ya Rabbal'alamiin.
Oh ya,
Bunda sekarang beraktivitas sebagai calon Statistisi di Kementerian
Perdagangan Jakarta. Statistisi? Pasti Ananda belum tahu ya maksudnya.
Statistisi adalah orang yang pekerjaannya berhubungan dengan data.
Banyak berhubungan dengan Matematika juga. Ya, karena Bunda sarjana
Matematika, Sayang. Bunda berharap kelak Ananda juga menyukai pelajaran
Matematika karena kebanyakan anak-anak tidak menyukai pelajaran ini.
Bunda akan membimbing dan mengajari Ananda dengan sepenuh hati! Kita
akan belajar bersama ya Sayang. Meski Bunda bekerja di kantor, Bunda
berjanji tetap akan memprioritaskan urusan keluarga karena Bunda ingin
selalu memberikan yang terbaik pada keluarga.
Selain beraktivitas di
kantor, kini Bunda juga aktif di Forum Lingkar Pena (FLP) Jakarta. Di
komunitas inilah Bunda belajar banyak untuk menjadi seorang penulis.
Hmm, Bunda memang memiliki impian untuk menjadi penulis, Ananda sayang.
Bahkan Bunda memiliki impian untuk menjadikan keluarga kita adalah
keluarga penulis. Suatu saat nanti, Bunda ingin bisa melahirkan karya
kita bersama. Sebuah buku karya Bunda, Ayah, dan juga Ananda.
Subhanallah, alangkah bahagianya jika mimpi itu benar-benar terealisasi.
Semoga saja Allah memberi kemudahan ya Sayang... aamiin..
Saat Bunda
menulis surat ini, Ananda memang belum lahir. Bunda bahkan belum
bertemu Ayah. Bunda akan terus berusaha melakukan yang terbaik untuk
Ananda dengan memilih Ayah yang sholeh, yang bisa menjadi imam kita
kelak. Sudah tertanam dalam diri Bunda bahwa pernikahan Bunda dengan
Ayah nanti bervisi untuk mewujudkan pernikahan sebagai penyempurna agama
yang bukan sekedar untuk mencari bahagia, tapi menuai keberkahan di
dunia dan akhirat, bersama menuju surga-Nya. Ya, kita akan berjuang
bersama menuju surga-Nya. Al-Firdaus, surga tertinggi dambaan setiap
muslim sejati. Ananda adalah kunci surga bagi Bunda. Maka, Bunda akan
terus menjaga kunci itu sebaik-baiknya.
Sebuah konsep keluarga
SMART akan Bunda bangun bersama Ayah Ananda kelak. Semoga kami bisa
membimbing Ananda menjadi mujahid-mujahidah tangguh kebanggaan dien ini,
Islam yang mulia. Ananda ingin tau apa itu keluarga SMART? Inilah
keluarga impian Bunda yang kelak akan Bunda wujudkan bersama Ananda dan
bersama Ayah tentunya.
S : Sakinah, mawadah, warahmah
M : Mengorientasikan semua aktivitas untuk mencari ridho Allah Swt yang dilakukan sesuai tuntunan Rasulullah Saw
A : Al Qur’an dan Al Hadist sebagai pedoman utama
R : Rumah tangga yang menjadi surga dunia serta sebagai markas dakwah dan tarbiyah.
T : Tanggung jawab dalam menjaga keluarga (buka Q.S. At-Tahrim : 6 ya!)
Ananda tersayang, mari kita wujudkan bersama impian besar ini ya...
Menjadi
seorang ibu memang tak mudah. Tapi Bunda akan terus melakukan yang
terbaik untuk Ananda. Karena Ananda adalah amanah dari-Nya. Amanah yang
luar biasa. Bunda akan membimbing Ananda menjadi generasi Qur’ani,
generasi yang cinta Al-Qur’an. Mari membaca Al Qur'an dengan tartil,
memahami artinya, menghafalnya, dan saling mengingatkan dengan
mengamalkannya dalam kehidupan kita sehari-hari. Sehingga di suatu masa
nanti saat Bunda menghadap-Nya, Bunda akan memakai mahkota berkilauan.
Ya, itu hadiah dari Ananda pada Bunda sebagai seorang anak yang cinta
Al-Qur’an.
Ananda tercinta, jadilah cahaya bagi Bunda. Pilihlah
kata terbaik, pilihlah sikap terpuji saat berinteraksi dengan Bunda dan
yang lainnya. Karena dengan begitu, Bunda akan semakin bahagia dan
bangga pada Ananda. Karena Bunda inginkan anak-anak Bunda adalah
anak-anak yang sholeh dan sholehah. Surga berada di telapak kaki Ibu.
Semoga Allah Swt juga berkenan meletakkan surga-Nya pada diri Bunda.
Bunda ingin menjadi ibu terbaik untuk Ananda kelak.
Ananda
terkasih, Bunda menyadari bahwa Ananda hanyalah titipan. Ananda bukan
milik Bunda. Ananda juga bukan milik Ayah. Tapi, Ananda milik Allah Swt.
Bunda tidak akan menuntut balas budi Ananda atas pengorbanan Bunda yang
telah mengandung, melahirkan, menyusui, dan merawat Ananda. Bunda hanya
ingin Ananda berbakti sepenuhnya pada Allah Swt. Menjadi hamba-Nya yang
beriman dan beramal sholeh.
Tak terasa, bagaskara kian meninggi.
Sudah saatnya Bunda mempersiapkan diri untuk merangkai karya. Bunda
akan mengumpulkan rupiah demi rupiah untuk mencukupi kebutuhan Ananda
kelak. Doakan Bunda ya, semoga setiap rezeki yang Bunda terima adalah
rezeki yang halal dan penuh kebarokahan dari Allah Swt karena Bunda
selalu inginkan yang terbaik untuk Ananda.. Sudah dulu ya, sekian surat
dari Bunda.
Ananda, cinta Bunda tak bertepi.
Wassalamu’alaykum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Jakarta, 30 September 2010_06:13
Bunda yang sangat mencintaimu,
Aisya Avicenna
*)Aisya
Avicenna adalah nama pena dari Etika Suryandari, S.Si. Terlahir kembar
pada tanggal 2 Februari 1987. Saat ini ia berprofesi sebagai statistisi
di Kementerian Perdagangan RI. Senang membaca, menulis, mengisi
training, mengoleksi buku, berpetualang, berkontemplasi, dan melakukan
hal-hal yang menantang serta full inspirasi. Tulisannya pernah dimuat di
www.penulislepas.com. Ia tergabung dalam Forum Lingkar Pena (FLP)
Jakarta. Penulis yang berdomisili di Jalan Kebon Nanas Selatan No. 16 RT
006/RW 008, Cipinang, Cempedak Jatinegara, Jakarta Timur 13340 ini bisa
dihubungi di emailnya : akhwat_visioner@yahoo.com, webblog :
http://thickozone.blogspot.com, HP : 085647122037
NB :
tulisan ini diikutkan dalam lomba “Surat untukmu Nak, dari Calon Ibumu”,
dari sumber : http://azkamadihah.wordpress.com/2010/lomba-surat
Tulisan ini
diposting pada bulan Oktober 2010 di blog sebelumnya
Hmm,
judul di atas bermakna ganda ya? (Karena yang menulis ini kebetulan
bernama Etika, ^^v). Tapi yang dimaksud bukan Etika yang menulis ini.
Etika = Suluk = Akhlak… Yadahlah, mari disimak!
Selasa, 22 September 2010
Pagi
ini, sebelum berangkat ke kantor, aku menyempatkan diri untuk melihat
berita pagi ini. Aku terhenyak saat melihatsebuah berita! Dalam berita
itu diceritakan bahwa ada seorang anak yang tinggal di daerah Sumatera
Selatan, ia bernama Reno, baru berumur 2 tahun 3 bulan. Sekilas dari
penampilannya, ia seperti anak kebanyakan. Dalam berita tersebut, wajah
Reno ditutupi (disamarkan). Mengapa???
Saya
beri tahu, tapi jangan kaget! Ternyata Reno kecil adalah seorang perokok
berat! Dalam layar TV sekilas juga terlihat Reno sedang bermain sambil
merokok. Astaghfirullah... Dalam sehari, ia bisa menghabiskan 32 batang!
Bayangkan kawan!!!
Bagaimana sih orang tua Reno mendidik dan
mengasuhnya? Kok bisa sampai separah itu? Pasti ada sesuatu yang tidak
beres! Itulah pertanyaan yang terbersit dalam diri ini saat melihat
berita itu? Dan sepertinya, memang ada yang tidak beres! Ibu dan ayahnya
terkesan cuek! Bahkan hanya menjawab, sudah dibawa ke puskesmas tapi
belum ada perubahan. Uhf... Astaghfirullah!!!
Berita itu pun berlalu.
Diri ini juga harus segera beranjak pergi ke kantor. Seperti biasa,
harus ada buku yang menjadi teman perjalanan. Akhirnya memutuskan untuk
membawa buku “Etika Menjadi Ibu”
yang sengaja dipilih di antara tumpukan buku yang belum sempat disampul
dan diinventaris. Buku saku ini merupakan buku terjemahan dengan judul
aslinya adalah “Sulukul Ukhtii Muslimah Kaummin”.
Buku setebal 43 halaman ini ditulis olehShafa’ Jalal dan diterjemahkan
oleh Nurul Mukhlisin Asyrafuddin, Lc, M.Ag. Buku bersampul pink dengan
gambar bayangan seorang ibu yang menggandeng anak kecilnya ini
diterbitkan oleh Laa Raiba Bima Amanta (elBa), Surabaya.
Buku ini
menerangkan bahwa tanggung jawab seorang muslimah sebagai seorang ibu
terhadap anak dimulai sejak belum menikah hingga anak menjadi dewasa.
Tanggung jawab terhadap anak dimulai dengan memilihkan ayah yang shalih.
Setelah seorang muslimah memilih suami yang sholeh, maka akan
dihadapkan pada beberapa fase selanjutnya.
1. Fase kehamilan, pada
fase ini mulailah ada tambahan tanggung jawab seorang muslimah terutama
untuk menjaga kesehatan janin dalam rahimnya.
2. Fase melahirkan,
pada fase ini kekuatan seorang muslimah akan sangat diuji. Tak hanya
secara fisik, tapi juga mental. Berjuang melawan maut demi kelahiran
sang buah hati. Berusahalah untuk meminta bantuan dokter atau bidan
beranak yang bukan laki-laki. Cari yang wanita saja!
3. Fase setelah
melahirkan, pada fase ini Allah dan Rasul-Nya telah memberikan beberapa
petunjuk sebagai kewajiban awal bagi orang tua, di antaranya :
a. Adzan dan iqamah di telinga sang bayi
b. Tahnik (mengolesi langit mulut bayi) dengan kurma
c.
Memberikan nama yang baik. Bila terjadi perbedaan antara ayah dan ibu
dalam masalah nama, maka memilih nama termasuk tugas suami (ayah sang
bayi)
d. Mencukur rambut kepalanya dan bersedekah dengan perak seukuran berat rambutnya
e. Khitan dan melubangi daun telinga (bagi wanita)
f. Mengaqiqahkannya
g. Menyusuinya dalam waktu dua tahun
4.
Fase anak pertengahan, maksudnya saat buah hati kita memasuki masa
kanak-kanak. Pada masa ini orang tua sangat berperan mendampingi anak
dengan serius memberikan pendidikan bernilai syari’at kepada mereka.
Caranya dengan mengajarkan kalimat “La Ilaaha Ilallah”, memberitahukan
kepadanya tentang perkara halal dan haram, menyuruh anak untuk
beribadah, mendidik mereka dengan adab Islami, mengajarkan mereka
bermuamalah, membiasakan infaq, mengajari dzikir
5. Fase remaja, pada
fase ini peran orang tua juga sangatlah penting karena pada fase ini
kondisi fisik dan emosional anak memang tengah labil. Maka dari itu,
jadilah teman bagi mereka. Jangan suka mendikte, tapi dengarkanlah
mereka.
6. Fase dewasa, pada fase ini peran seorang ibu adalah turut
memilihkan pendamping yang baik agamanya buat anak. Pendampingg yang
sholeh/sholehah, multazimah (taat) dan beriman untuk menyempurnakan
kehidupannya.
Nasihat-nasihat untuk muslimah :
1. Hiasi diri dengan kejujuran dalam perkataan, karena perkataan kita adalah teladan yang akan diikuti oleh anak-anak kita
2. Jadilah muslimah yang amanah, ikhlas, dan taat kepada Allah selalu
3. Jagalah jangan sampai bertengkar dengan suami di hadapan anak-anak
4. Tidak menghukum anak dengan pukulan yang melukai
5. Tidak memberikan hinaan dan makian di hadapan orang lain
Hmm, mari menjadi calon orang tua yang terbaik buat anak-anak kita!
Jakarta, 22 September 2010
Aisya Avicenna
Tulisan ini
diposting pada bulan September 2010 di blog sebelumnya
Kamis, 6 Agustus 2009…
Aktivitas rutin di kost pagi ini… Agak ribet juga coz “prepare” nya kurang mateng (belum nyetrika..hihi), akhirnya nyetrika dulu..then… berangkat dengan niatan tholabul ‘ilmy ke masjid perjuangan tercinta, Nurul Huda UNS. Untung sampe sana belum dimulai.. Malah datangnya bareng sama ustadzahnya… ^_^
Kajian Muslimah (KAMUS) akhirnya dimulai lagi setelah kurang lebih sebulan “free” karena liburan. Bertepatan dengan pekan pertama di bulan Agustus, Kajian Muslimah kali ini bertemakan tentang Tarbiyatul ‘Aulad yang disampaikan oleh Ustadzah Lusi. Ini nih “racikan inspirasi” yang bisa terdokumentasikan dalam “AGENDA SHALIHAH” saya… afwan ya jika kurang lengkap (dilengkapi sendiri aja ya…:D)
Pendidikan anak di dalam Islam tidak hanya dari seorang ibu saja tapi juga ayahnya. So, sebelum punya anak, tentunya memilih ayah dari anak-anak kita dunk… Pilih yang baik agamanya agar rumah tangga yang kita bangun adalah rumah tangga yang sakinah. Mawadah, wa rahmah.. (keluarga samara gitu…). Untuk pembahasan ini, insya Allah telah disampaikan pada KAMUS yang telah lalu.. (hayo, pada datang ga’ pas bahas kriteria + cara memilih pendamping kita..ingat, jangan hanya mencari suami.. tapi, mencari “ayah dari anak-anak kita”.. gitu ya ukhti…
Lanjut.. Ada tujuh aspek tanggung jawab dalam pendidikan anak yaitu :1. Tanggung jawab pendidikan iman
2. Tanggung jawab pendidikan moral
3. Tanggung jawab pendidikan fisik
4. Tanggung jawab pendidikan rasio
5. Tanggung jawab pendidikan kejiwaan
6. Tanggung jawab pendidikan sosial
7. Tanggung jawab pendidikan seksual
Ibu adalah penopang dalam rumah tangga. Dalam rumah tangga harus ada sinergisitas peran antara ayah dan ibu. Ibulah yang lebih dekat dengan sang anak. Akan tetapi, semarah-marahnya ibu, anak lebih takut kepada ayah (BETUL KAN???).
Peran ibu adalah sebagai MURABBI (murabbi berasal dari kata ‘rabba’ yang berarti ‘pengelola, pemelihara, pengarah, pendidik’). Murabbi bukan hanya guru spiritual saja.
Syarat ibu sebagai MURABBI : ikhlas, takwa, punya ilmu pengetahuan, penyantun, dan tanggung jawab.
Pada KAMUS kali ini lebih menekankan pada pembahasan “Tanggung Jawab Pendidikan Keimanan”.Sejak dini (malah sejak sebelum dilahirkan”, anak harus dilatih dan dibiasakan untuk sholat. Secara psikologis, hal ini akan berpengaruh. Salah satu dalil naqlinya tertuang dalam Q.S. Taha : 132 yang artinya “Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan sholat, dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya…”
Pada saat anak berumur 7 tahun, diberi pelajaran tentang gerakan dan bacaan sholat yang benar.
(waktu menunjukkan pukul 07.00…saya meninggalkan KAMUS ini untuk syuro’ sie konsumsi di Masjid Nurul Amal, jadinya catatan saya di AGENDA SHOLIHAH juga berhenti sampai di sini. Eits, tapi tenang saja, akhirnya saya pinjam catetan teman..dan inilah kelanjutannya…)
Ciri-ciri istri sholihah :
a. Bertanggung jawab di rumah suami
b. Menjaga harta suami
c. Menjaga diri
Abdul Rozak mengatakan “Ajarkanlah kepada anak-anak dan keluargamu tentang kebaikan dan didiklah mereka”.
Didiklah anak untuk
1. Mencintai nabi
2. Mencintai keluarga nabi
3. Membaca AL Qur’an
Kaidah-kaidah Usulul Iman :
1. Ussulutsalasah : Ma’rifatullah, Ma’rifatul Rasul, Ma’rifatul Islam
2. Rukun Iman
3. Rukun Islam
…. To be continued…. [lanjut di KAMUS selanjutnya…]
UkhtiQ… jangan lupa menghadiri kajian rutin muslimah (KAMUS) di masjid Nurul Huda UNS tiap hari Kamis yak… Ramaikan majelis ilmu ini… Let’s tholabul ilmy together… ^^v Love you coz Allah ukh!!!
(Tulisan
ini diposting pada bulan Agustus 2009 di blog sebelumnya)
Aisya
Avicenna
Kamis, 4 Juni 2009 bersama dengan Ustadzah Lusi, mengkajiTarbiyatul ‘Auladdalam Kajian Muslimah (KAMUS) di beranda selatan masjid Nurul Huda.
Berikut ini ilmu yang saya dapatkan pagi itu…
Ada 5 metode pendidikan anak yang efektif, antara lain :
1. Pendidikan dengan Keteladanan
Kita memberikan keteladanan pada anak dengan menceritakan :
a. Ibadah Rasul
b. Kepemurahan Rasul
Kalau mau sesuatu, banyaklah member, nanti akan diberi. Pada umur 2-3 tahun, ego anak sudah mulai muncul, so ajarkan kepemilikan dan murah hati
c. Kezuhudan Rasul
d. Sikap tawadhu’ Rasul
e. Sikap dan penyantun Rasul
f. Sikap kesehatan dan keberanian Rasul
Keteladan di atas akan lebih terekam pada diri anak, kalau sudah dilakukannya..
(Jadi pengin koleksi buku anak-anak tentang Rasulullah SAW, buat persiapan juga..hehe… )
2. Pendidikan dengan Pembiasaan
Biasakan anak dengan sesuatu yang baik
Kebiasaan itu dipengaruhi oleh kondisi lingkungan
Ex : bagi anak perempuan, biasakan pakai jilbab sedari kecil (Harus dipraktekkan dan dibiasakan nih!!!)
Jangan lupa kita juga harus punya argumentasi dalam memberlakukan kebiasaan itu pada anak.
Tidak ada yang sulit kalau kita MAU!! PASTI BISA!!!
3. Pendidikan dengan Memberikan Pelajaran
a. Ajakan-ajakan/seruan-seruan yang argumentatif, misal : nasihat Lukman untuk anaknya yang tertuang dalam Q.S. Lukman.
b. Al Uslubul Qoshoshi : cerita-cerita yang ada di dalam Al Qur’an, misal : kisah Nabi Yusuf, Maryam, Ashabul Kahfi, Bani Israil, dll
c. Pesan-pesan langsung/perintah-perintah praktis
Cara Rasulullah SAW mengajari putra/putrinya adalah dengan :
a. Dialog
b. Perumpamaan
c. Ringkas, tidak membosankan, tepat
d. Memperhatikan moment dan kesempatan
e. Mendahulukan yang lebih penting (menjawab pertanyaan tidak harus sama)
4. Pendidikan dengan Pengawasan dan Pengamatan
Hal yang diamati antara lain :
a. Dimensi Iman (hatinya)
b. Dimensi Akhlak (tingkah lakunya)
c. Dimensi Pengetahuan (akalnya)
d. Dimensi Fisik
e. Dimensi Psikis (emosinya)
f. Dimensi Tingkah laku sosial (sosialisasinya)
5. Pendidikan dengan Memberikan Sangsi
(Tulisan
ini diposting pada bulan Juni 2009 di blog sebelumnya)
Aisya
Avicenna
Saat ku buka pintu gerbang berterali besi itu…
"Hore…Bunda datang!!!
Ayo Bun, belajar matematika…"
Uhf..sapaan itu sekarang sudah tak terdengar lagi di gendang telingaku. Meski awalnya "geli" juga waktu dipanggil "bunda", tapi akhirnya kunikmati aja..Lha kebiasaan mereka memanggil guru mereka dengan sebutan demikian.
Sapaan itu keluar dari bibir dua bocah kecil yang dulu menjadi murid les privatku. Selama hampir 4 bulan aku membersamai mereka. Sejak kurang lebih lebih 5 bulan yang lalu aku sudah tidak mengajar les privat di tempat mereka karena tiap hari mereka ada jam tambahan di sekolah sehingga sudah tidak ada waktu lagi untuk les privat… kasihan juga… Full day at school…
Fadhil dan Reza, kedua bocah tampan dengan talenta yang luar biasa. Reza, meski baru TK nol kecil tapi daya ingatnya sungguh tajam. Fadhil pun demikian. Siswa kelas tiga SD ini berujar bahwa Matematika dan IPA-lah mata pelajaran unggulannya. Polah tingkah mereka membuatku sangat gemas. Terlebih Reza, saat mengeja satu per satu huruf Hijaiyah dan menghafalnya… Uhf, SANGAT MENGGEMASKAN!!! Aku masih menyimpan video rekaman singkat waktu dia belajar mengaji. Video itu aku putar setiap kali aku kangen dengan dia… Alhamdulillah, sebelum aku berpisah (mungkin untuk sementara) dengan mereka, Reza sudah cukup lancar membaca jilid 1. Si kecil yang punya rambut ikal ini selalu menanyakan , “Bunda ga datang kemarin kenapa???Reza dah nungguin Bunda lho…tapi Bunda ga datang-datang…”. Dia selalu tanya seperti itu saat aku tidak bisa datang mengajar.
Reza bahkan menangis kencang saat jam pelajaran usai. Dia selalu ingin belajar dan belajar! Sungguh luar biasa semangatnaya ..(padahal guru privatnya dah KO..hihihi)
Begitu juga dengan Fadhil, si gendut ini juga cerdas. Dia selalu menggebu-gebu kalau bercerita tentang aktivitas kesehariannya di sekolah. “Bunda, Bunda… aku tadi maen bola terus GOL…dlll…bla..bla..bla..”Kakak beradik itu bersekolah di Al Azhar Syifa Budi. Dua hari dalam satu minggu selama 2.5 jam adalah saat-saatku bersama mereka…SO Switz..jadi kangen nih… Kata Ummi mereka, suatu saat nanti, kalau mereka sudah bisa les privat lagi aku akan dihubungi…Moga Allah SWT berkenan memberikan kesempatan itu… mempertemukan aku dengan mereka kembali… Amin..
Aku rindu dipanggil Bunda…(hehehe)
(Tulisan
ini diposting pada bulan Maret 2009 di blog sebelumnya)
Aisya
Avicenna