Sabtu, 11 Mei 2013 sekitar pukul 13:00 saya dan suami sudah berada di stasiun Bogor. Siang itu kami akan kembali ke Istana Cinta TOBI di Jakarta setelah 3 (tiga) hari ‘mbolang’ di Bogor. KRL yang akan kami tumpangi belum tiba di stasiun. Kami pun memilih tempat duduk yang kosong untuk menunggu. Sambil menanti kedatangan kereta, saya buka twitter lewat tab kecil saya (namanya TIKIL). Ternyata ada info dari @GramedMatraman bahwasanya tanggal 12 Mei akan diadakan workshop menulis buku nonfiksi best seller bersama mbak Asma Nadia dan suaminya, Mas Isa Alamsyah. 12 Mei? Wah, BESOK dong! Akhirnya saya reply twit tersebut yang juga terhubung dengan mbak @asmanadia. Saya tanyakan, bagaimana mekanisme keikutsertaan di workshop tersebut. Meski belum dibalas, saya langsung utarakan keinginan untuk mengikuti acara tersebut ke suami. Alhamdulillah, suami mengizinkan, bahkan ingin ikut juga. Sekitar jam 2 kurang sedikit, kereta pun datang. Kami segera naik. Back to Jakarta...
Keesokan harinya, sejak pagi Matraman diguyur hujan. Agenda senam pagi bersama warga pun di-cancel. Padahal musik senam yang full semangat sudah terdengar sejak pukul 05:30 tepat di depan rumah. Karena memang lokasi senam berada di sepanjang jalan depan rumah. Berhubung hujan, senam pun di-cancel. Jadilah saya dan suami mulai berolahraga pagi di rumah (menyapu, mengepel, mencuci, dll. Hehe...olahraga juga toh?). Beres-beres rumah baru selesai jelang ‘Asar. Ba’da Asar, saya diminta suami untuk berangkat duluan ke Gramedia Matraman (GM) untuk mengikuti workshop menulis karena dia belum selesai bersiap-siap. Dia akan menyusul. Akhirnya saya berangkat duluan ke GM. Alhamdulillah,saya sangat bersyukur dan merasa sangat beruntung karena rumah saya sangat dekat dengan GM. Cuma jalan sekitar 10 menit, sampe deh! Sampai di GM, subhanallah... sudah penuh euy! Sudah tidak dapat kursi. Setelah registrasi, saya masuk ruangan acara yang terletak di lantai 2. Mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan, hmm.. sudah tidak dapat tempat duduk. Oleh salah satu panitia berkaos Gramedia, saya diminta duduk saja di karpet depan. Akhirnya saya mengajak Mbak Mimin Haway (rekan penulis di FLP Jakarta) untuk duduk di ‘kursi VVIP’ alias karpet tersebut. Saya malah sangat gembira duduk di situ karena bisa lebih dekat dengan ketiga pemateri workshop (Mb Asma Nadia, Mas Isa Alamsyah, dan Putri Salsa).
Sekitar pukul 16:30 acara workshop “Menulis Non Fiksi Best Seller” pun dimulai.. Workshop diawali dengan sedikit pemaparan dari Mbak Asma Nadia. Senangnya bisa kembali bertemu dengan beliau. Mbak Asma sedikit berkisah tentang buku pertamanya. Buku pertama beliau merupakan buku fiksi. Waktu buku pertamanya terbit, bagaimana perasaan beliau? Jawabannya “SENANG-SEDIH-SEDIH”. Mengapa sedihnya dua kali? Kata Mbak Asma, karena buku pertamanya tersebut mirip dengan ‘buku mujarobat’ alias sangat tidak layak kertas yang digunakan. Kualitas cetakannya tidak bagus, imbuhnya. Kata beliau, sampai sekarang pun masih banyak penerbit yang tidak peduli dengan masa depan penulisnya. Asal karya sang penulis terbit, laku dijual, sudah! Dewasa ini, trend buku fiksi mengalami penurunan. Kalau dibandingkan, penerbitan buku fiksi sebesar 30%, sedangkan untuk buku nonfiksi sebesar 70%. Bahkan banyak buku nonfiksi yang BEST SELLER. Memang, keunggulan buku fiksi lebih diserap, lebih menyentuh, dan lebih berkesan. Akan tetapi, buku nonfiksi pun bisa dibuat seperti itu. Yakni dengan menambahkan sentuhan ‘fiksi’ di dalam buku nonfiksi. Seperti yang sudah dilakukan mbak Asma dalam buku-buku nonfiksinya yang hampir semuanya BEST SELLER dan dicetak ulang berkali-kali.
Setelah Mbak Asma memberikan sedikit pengantar, selanjutnya giliran Mas Isa Alamsyah yang memberikan materi pertama tentang “Kunci Nonfiksi BEST SELLER dari sisi eksternal”. Sisi eksternal tersebut yakni dari market dan branding. Ada sepuluh kunci sebagai tips, antara lain : 1.Membaca Trend (Trend berita, istilah, sosial media) 2.Captive Market (Memilih Market yang Pasti) 3.Menempel pada Nama Besar 4.Memilih Market yang Besar 5.Mempunyai Market yang Khusus 6.Mengisi Kekosongan (harus jeli dengan ‘sesuatu’ yang belum dibuat penulis lain) 7.Membuat Perbedaan 8.Kerja Sama Penjualan atau Iklan 9.Cover, Judul, testimoni, endorsment, subjudul, sinopsis yang menarik 10.Workshop, Seminar sebagai bagian dari ‘bedah buku’
Di tengah workshop, berulang kali saya menengok ke belakang, untuk mencari suami saya. Hmm, cukup mudah mencari keberadaannya di antara puluhan peserta yang berdiri, Karena suami saya paling cakep di antara mereka *ceileeee...
Setelah Mas Isa Alamsyah menyampaikan materi pertama, dilanjutkan Mbak Asma menyampaikan materi kedua tentang “Kunci Nonfiksi BEST SELLER dari sisi internal”. Sisi internal yang dimaksud adalah dari isi dan pengarang/penulis yang berjumlah 20 kunci. Keduapuluh kunci tersebut antara lain : 1.Menulis dari yang dikuasai/dipedulikan (catatan hati pengantin, parenting, muslimah) 2.Setelah menemukan tema, mulailah mencari ide yang menarik 3.Bandingkan naskah yang direncanakan dengan buku sejenis yang beredar di pasaran 4.Buat outline, ide yang dipilih akan menjadi benang merah dalam buku 5.Saring pengalaman pribadi (pengalaman sebagai modal dalam menulis) 6.Pastikan menulis naskah yang menggoda pembaca 7.Memasukkan gaya penulisan fiksi agar tidak monoton 8.Ada dialog, tidak monoton 9.Pilih sudut pandang yang tepat 10.Gunakan subjudul untuk menjeda tulisan, agar tidak monoton dan lebih fokus 11.Selipkan dialog 12.Memulai tulisan dengan bagian yang paling menarik 13.Berikan suspens dan klimaks 14.Untuk kumpulan kisah, pastikan untuk menuliskannya dengan variati 15.Hindari memberikan pesan yang terlalu verbal pada pembaca 16.Personalisasi naskah 17.Sentuhan khusus setelah selesai 18.Pilih judul yang menarik perhatian 19.Memberi pengalaman membaca 20.Tersisa setelah membaca (terinspirasi, tercerahkan, sedih, tertawa) buku, menggerakkan
Beberapa peluang ruang nonfiksi antara lain: 1.Buku-buku how to (pengalaman sejati) 2.Kumpulan kisah/pengalaman yang mengandung keajaiban 3.Buku kewanitaan 4.Parenting, keterampilan 5.Buku catatan perjalanan 6.Buku self improvement dan motivasi 7.Kumpulan hikmah, dll
Setelah pemberian materi dari Mbak Asma, giliran Putri Salsa yang bagi-bagi tips. Chaca-panggilan Putri Salsa- insya Allah akan segera launching bukunya yang ke-12. Keren ya! Putri pertama Mbak Asma dan Mas Isa ini memberikan 3 (tiga) tips luar biasa bagi kami. 1.Keep reading 2.Keep writing3.Keep trying
Mbak Mimin Haway juga diminta sharing pengalaman karena dia berhasil menjadi salah satu kontributor dalam buku “La Tahzan for HIJABERS” bersama Mbak Asma Nadia. Mbak Mimin bilang, kalau tulisannya sudah sekitar 4 (empat) kali ditolak. Tapi dia mencoba terus, belajar dari pengalaman, hingga akhirnya tulisannya pun dinyatakan lolos dan layak bersanding dengan tulisan Mbak Asma Nadia. Setelah materi selesai, dilanjutkan sesi tanya jawab. Saya pun tak melewatkan kesempatan ini. Gegas saya angkat tangan. Chacha pertama kali yang melihat dan menunjuk saya, karena mbak Asma posisinya membelakangi saya. Akhirnya saya pun mendapat kesempatan bertanya meski sebagai penanya terakhir. Tapi saya anggap ini sangat berkesan karena pada waktu bertanya, saya diminta berdiri. Saya bertanya sambil menunjukkan buku “The Secret of Shalihah”.
Saya bertanya tentang judul buku tersebut yang menggunakan 2 (dua) bahasa asing. Saya pernah mendapatkan masukan dari salah seorang pembaca buku tersebut bahwa sebaiknya menggunakan bahasa Indonesia untuk judul buku. Seperti halnya dulu pernah disampaikan bunda Helvy Tiana Rosa saat saya mengikuti workshopnya. Menurut Mbak Asma, sah-sah saja menggunakan bahasa asing sebagai judul. Toh Mbak Asma juga melakukannya (“La Tahzan for Hijabers” salah satunya). Akan tetapi, untuk judul asing, biasanya tidak bisa mendapat penghargaan dari IKAPI. Begitu kata Mbak Asma. Sebelum acara selesai, kami sempat meneriakkan sebuah jargon bersama-sama. “SATU BUKU SEBELUM MATI! BISA!!!” Acara pun selesai saat Maghrib. Seperti biasa, pasca acara banyak yang minta tanda tangan dan foto bareng Mbak Asma. Saya memilih untuk shalat Maghrib terlebih dahulu, setelahnya baru ‘nyegat’ Mbak Asma. Saat keluar ruangan, suami sudah menunggu di dekat pintu keluar. Alhamdulillah, dibelikan buku “Salon Kepribadian’ karya Mbak Asma Nadia. Senangnya! Struk pembeliannya pun bisa ditukarkan dengan sertifikat dan copyan materi workshop. Setelah shalat Maghrib, kami naik ke lantai 2 lagi untuk melancarkan misi mulia. Mbak Asma masih sibuk melayani permintaan foto bareng dan tanda tangan. Saya dan suami pun memilih untuk mengobrol dengan Mas Isa Alamsyah yang berada di samping panggung. Obrolannya sangat seru, tentang calon buku baru suami saya “The Secret of Success”. Insya Allah Mas Isa berkenan memberikan endorsement di buku tersebut. Senangnya!
Akhirnya, tibalah giliran saya dan suami untuk berfoto bersama Mbak Asma dan Mas Isa. Sebelumnya, saya sempat menyerahkan buku “The Secret of Shalihah” kepada Mbak Asma sebagai kenang-kenangan. Setelah foto bareng Mbak Asma dan mas Isa, kami pun turun. Sempat juga foto dengan Chacha di lantai 1. Hehe.. Kemudian bervisualisasi seolah sedang bercakap dengan buah hati kami kelak, “Nak.. kelak kau boleh menjadi apapun yang kau suka, tapi tetap MENULISLAH!” Alhamdulillah, bahagia rasanya hari itu.. Setelah sekian lama diri ini tidak mendapatkan ‘charging’ tentang kepenulisan, hari itu rasanya seperti mendapat energi baru lagi. Bahkan selama acara berlangsung, saya sempat mendapatkan ide tentang buku yang akan saya garap selanjutnya. Cling! Senangnya! Mohon doa, semoga bisa segera mengeksekusinya! Akhir kata, terus SEMANGAT MERANGKAI KARYA! Menulislah, sebelum namamu tertulis di batu nisan...
Jakarta, 13 Mei 2013
Salam #TOBISukses, Aisya Avicenna
Tulisan ini diposting pada bulan Mei 2013 di
blog sebelumnya.
“Bunda, Azzam mau baca buku ini!” Si kecil beringsut duduk di sampingku sambil membawa buku cerita yang baru dibelikan ayahnya. Buku itu berjudul “Masa Kecil Rasulullah Saw”. Buku setebal 30 halaman yang dikemas khusus untuk anak-anak. Hmm... ayahnya memang pandai memilih buku untuk si kecil.
Sampai detik ini kami memiliki sekitar 5.000 buku yang menjadi koleksi di perpustakaan keluarga kami. Namanya perpustakaan “Al-Firdaus”. Dari 5.000 buku itu, 1.000 di antaranya adalah buku anak-anak milik Azzam. Di perpustakaan itu ada satu rak khusus berisi sekitar 500 buku karyaku, suamiku, dan Azzam.
Hmm... betapa bahagianya aku karena impian yang aku tulis puluhan tahun silam akhirnya terwujud. Di buku impian itu, aku menulis impian ke-101 yakni “membangun keluarga SAMARADA yang juga jago menulis => KELUARGA PENULIS”. Alhamdulillah, akhirnya impian itu menjadi kenyataan.
Ting.. tong... Bel berbunyi. “Assalamu’alaykum...”. Aku menjawab salam itu dengan begitu ceria. Suara itu tidak asing bagiku. Dialah pendamping hidup sekaligus motivator dan inspiratorku yang dengannya kami bisa melahirkan karya-karya luar biasa dalam keluarga kami tercinta.
Aisya Avicenna
***
Review
Tulisan singkat di atas ditulis Jumat, 28 Oktober 2011 dalam sesi simulasi materi “WRITING SKILL (part 3)” dengan coach : Kang Muvti (penulis buku “Sukses Kuliah dengan Kekuatan Pikiran”). Dengan durasi waktu yang sangat singkat, kami diminta menulis dengan topik “keadaan masa depan”. Nah, seperti di atas itulah tulisan saya. Hmm, semoga tak hanya sekedar menjadi tulisan yang sekali baca habis. Besar harapan saya tulisan di atas menjadi doa sekaligus komitmen yang terinternalisasi dalam diri saya. Di balik itu, dari simulasi menulis ini saya belajar teknik menulis yang sangat luar biasa dari Kang Muvti. Semangat menulis! Semangat merangkai karya!
Tulisan ini diposting pada bulan Oktober 2011 di blog sebelumnya.
[SE]mangat [P]erbaiki diri dengan [TE]rus berkarya tuk jadi [M]uslimah yang [BER]daya, berprestasi, dan bermanfaat, Insya Allah!
Semangat SEPTEMBER!
~semoga Allah senantiasa meridhoi dan melimpahkan kemudahan serta keberkahan.. aamiin...
Salam SMART & VISIONER!
Aisya Avicenna
Tulisan ini
diposting pada bulan September 2011 di blog sebelumnya.
Ketika pintu pertama tertutup dan tak bisa dibuka lagi, yakinlah
masih ada pintu lain yang bisa dimasuki. Memang dibutuhkan perjuangan
untuk bisa menemukan kunci yang tepat!
~Ketika harapan belum bisa bersanding dengan kenyataan, yakinlah
bahwa saat itu Allah Swt tengah mengajarkan kita tentang arti
kesungguhan~
***
"Maaf Mbak, sudah penuh!"
"Waduh Neng, di sini nggak bisa bulanan, harus tahunan..""Wah, tinggal satu kamar... Nggak bisa berdua..."
Begitulah penolakan demi penolakan yang kami (saya dan Mbak Dy) alami saat mencari kos di daerah ITB kemarin.
Saya mencoba berbagi kisah saya kemarin ya. Sabtu, 11 Juni 2011
bertepatan dengan hari kelahiran ibu saya. Selepas Subuh saya sudah
keluar kos dengan satu tujuan. Stasiun Gambir! Sempat menelepon ibu
untuk mengucapkan selamat dan minta doanya karena hari ini mau
berpetualang ke Bandung. Sempat juga menelepon Mbak Dy untuk meyakinkan
bahwa dia sudah bangun (hehe) dan siap beli tiket di Gambir (berhubung
kosnya dekat Gambir). Berhubung keretanya berangkat jam 05:45 dari
Gambir, saya pun naik taksi dari Jalan Otista Raya.
"Kereta jam berapa, Mbak?" tanya sopir taksinya.
"Jam enam kurang seperempat, Pak!"
"Wah, mepet nih!"
Meski pernyataan pak sopir sempat bikin saya gusar dan tegang, saya
mencoba menenangkan diri. Saya yakin, insya Allah sampai di tempat
sebelum kereta datang. Taksi melaju berpacu dengan waktu hingga akhirnya
sampai di depan stasiun Gambir. Alhamdulillah... Belum terlambat.
Ternyata Mbak Dy masih antri di loket. Tanpa sepengetahuannya, saya
mengantri di belakangnya.
"Mau ke mana, Mbak?" sifat iseng saya keluar (Mbak Dy masih serius menghadap ke depan)
"Ke Bandung!" jawabnya sambil memutar kepala searah jarum jam.
Ngik, waktu menoleh.. Tahulah dia bahwa saya sudah berdiri di belakangnya.
Kami pun membeli tiket bisnis kereta Argo Parahyangan. Kami duduk di
gerbong 3 kursi 5 C dan D. Pukul 05.45 kereta pun bergerak meninggalkan
stasiun. Oh ya, sebelumnya kami sempat melihat ada seorang Bapak yang
tiba-tiba duduk di kursi depan kami dan mendekati seorang mahasiswi
(sepertinya) yang tengah duduk sendirian. Bapak itu bermaksud meminjam
HP sang Mbak karena katanya baterainya rusak. Tanpa bermaksud su'udzon,
saya dan Mbak Dy waspada dan menguping pembicaraan di depan kami. Karena
sebelumnya Mbak Dy mendapat pesan dari Mel (rekan kerjanya) agar lebih
berhati-hati di stasiun karena beberapa waktu yang lalu Mel sempat juga
didatangi seorang laki-laki necis yang sepertinya berniat
menghipnotisnya.
Sepertinya si Mbak juga curiga, terbukti dia mengatakan kalau pulsanya
habis. Bapak itu terus mengulang penjelasannya bahwa ia bermaksud
menelepon istrinya agar menjemputnya di stasiun Cimahi. Katanya si Bapak
rematiknya kambuh. Akhirnya si Mbak memberikan HPnya ke si Bapak. Si
Bapak pun menelepon istrinya dengan setengah berteriak (suaranya kencang
sekali). Isinya beliau minta dijemput di stasiun. Pada sesi ini kami
semakin waspada. Karena bisa dimungkinkan si Bapak lari sambil membawa
HP si Mbak. Haha, dasar parno! Kalau memang seperti itu, saya sudah
ancang-ancang lari mengejar si Bapak. Hehe! Dasar!
Tapi, ke-parno-an kami tidak terjadi. Si Bapak mengembalikan HP itu,
berterima kasih, kemudian kembali ke tempat duduknya. Uhf..
Alhamdulillah... astaghfirullah... Maafkan kami ya Allah... Kami hanya
bermaksud untuk waspada, bukan berburuk sangka...
Pukul 06.45, kereta bergerak meninggalkan Jakarta. Bismillahi tawakaltu
'alallah... Inilah perjalanan pertama saya ke Bandung naik kereta. Ahh,
saya yakin! Selalu ada yang istimewa di setiap pengalaman pertama. Dalam
perjalanan, selain ngemil dan bercengkerama bersama Mbak Dy, saya
sempat membaca bukunya Ustadz Burhan Sodiq yang berjudul "Merengkuh
Berkah Ramadan". Subhanallah... Pertemukan kami dengan bulan mulia itu.
Insya Allah, Ramadhan kali ini menjadi Ramadhan yang berbeda karena saat
Ramadhan itu kami tengah mengikuti perkuliahan matrikulasi di ITB
Ganesha. Semoga full barokah... Aamiin...
Alhamdulillah, sekitar pukul 09.00 kereta sudah merapat di stasiun
Bandung. Setelah beli tiket ke Jakarta nanti jam 16.00 dengan kereta
Argo Parahyangan juga, kami pun melanjutkan perjalanan menuju ITB
Ganesha dengan naik angkot warna ungu jurusan Cisitu. Sepi, itulah kesan
pertama kami saat menginjakkan kaki di daerah tersebut. Hehe... Saya
baru dua kali ke Bandung!
Kami duduk di samping pak sopir.. Hihi, maksudnya sekalian survey tempat
asyik buat cari oleh-oleh. Halah! Padahal baru datang! Akhirnya tahu
juga kalau di depan stasiun Bandung ada Kartika Sari dan foodcourt. Sip,
bakal dikunjungi nanti sore sebelum pulang!
Sampailah jua di gerbang belakang ITB Ganesha. Langsung masuk gerbang
yangg sedikit terbuka dan mulai mencari letak Gedung Labtekno III yang
rencananya akan digunakan untuk ruang kuliah matrikulasi kami nantinya.
Seru juga waktu nyari ni gedung sampai akhirnya ketemu juga meski belum
bisa masuk karena ruangannya dikunci. Keluar dari gedung, berniat untuk
mencari kos. Akhirnya tanya ke pak Satpam dimana lokasi kos yang dekat
dengan kampus. Pak satpam yang berlogat sunda itu pun segera meraih
bolpoin di sakunya dan mengambil secarik kertas di depan mejanya
kemudian menggambar peta daerah Cisitu. Peta "setengah buta" sih. Hehe!
Pak Satpam menerangkan kepada kami dengan serius dan sungguh-sungguh.
Kami hanya manggut-manggut sambil nyengir padahal sama sekali "blank"
dengan tempat yang disebutkan Pak Satpam. Hmm, meski begitu ya masih
cukup mengerti lah.
Setelah berpamitan kepada Pak Satpam, kami pun melanjutkan perjalanan
lewat gerbang belakang. Lapar! Akhirnya kami mampir sebuah warteg dan
membeli makanan khas Sunda. Uniknya ada telor dadar serupa jala. Setelah
makan, kami bermaksud menuju cisitu lama. Menurut si akang yang punya
warung, cisitu lama cukup dekat dan bisa ditempuh dengan jalan kaki.
Saya dan Mbak Dy pun berjalan kaki menuju cisitu lama sambil menggelar
peta kecil yang digambar Pak Satpam tadi. Berpetualang!!!
Wuih, ternyata lumayan jauh juga. Sempat bingung juga dengan gambar peta
karya Pak Satpam tadi. Lha kok malah nyasar ke cisitu baru. Ya sudah,
akhirnya kami masuk gang di cisitu baru. Tanya ke beberapa kos, ternyata
kebanyakan sudah penuh. Kami pun sepakat mencari ke daerah plesiran dan
taman sari (depan ITB, dekat kebun binatang). Dari cisitu baru, kami
naik angkot ungu kemudian ganti angkot lagi menuju plesiran. Masuklah
kami di Jalan Plesiran. Wuih, langsung menemukan kost yang membutuhkan
penghuni. Mbak Dy mencoba memencet bel. Ada yang membuka. Hmm, kata si
Mbak penghuni itu, bapak kosnya tidak di rumah tersebut dan kami diminta
menghubungi nomor teleponnya. Singkat cerita, saya dan Mbak Dy mulai
tidak sreg dengan kos itu karena penghuninya ketus.
Akhirnya kami,
menyusuri jalan lagi. Wah, beragam pemilik kos kami temui. Sempat kami
merasa sreg dengan sebuah kos dan ibu kosnya. Sayang, kos itu sudah
penuh. Akhirnya kami berpindah ke Jalan Taman Hewan. Kami mencari dan
terus mencari, sampai lewat pintu masuk kebun binatang. Hmm, sebenarnya
kami kurang sreg juga dengan lingkungannya yang padat dan sedikit kotor.
Saya sempat menghubungi adik tingkat SMA saya yang juga kos di daerah
Plesiran. Hmm, ternyata dia sudah ngekos dengan suaminya. Dan katanya
memang untuk masa sekarang rada sulit mencari kos yang bulanan.
Sampai ke pelosok jalan, kami belum menemukan kos yang kami cari. Waktu
sudah Dhuhur, saya mengusulkan ke Mbak Dy sebaiknya kami sholat dulu di
Masjid Salman ITB. Kami pun menuju ke sana. Sempat beli cimol. Maklum,
laper! Sempat nyasar dulu, sampai akhirnya tiba juga di Masjid Salman.
Alhamdulillah.... Ngadem!!!
Selesai sholat, saya mendapat informasi dari Mbak Ajeng (salah satu
kenalan saya di ITB). Ada beberapa kost muslimah yang beliau infokan
kosong. Tapi statusnya masih kurang jelas. Di lain tempat, rombongan
Mbak Silvi (Mbak Frida, Mas Andung, Mas Afif) juga tengah mencari kos.
Kami saling bertukar informasi. ternyata sama-sama belum dapat. Kami
juga sempat mampir di salah satu sekretariat Salman yang di dalamnya ada
dua orang muslimah. Kami mengetuk pintu. Mbaknya keluar dan dengan
ramahnya bertanya ,"Ada yang bisa saya bantu, Teh?". Saya pun bertanya
di mana kami bisa mendapatkan informasi terkait kos putri. Ternyata dia
kurang tahu juga. Hmm, keluar dari kawasan sekre Salman tadi, Mbak Dy
malah menyeletuk ingin belajar bahasa Arab! Wah, saya juga! Tapi kan
kami di sini kan cuma dua bulan. Semoga niat baik kami sudah tercatat
dan semoga bisa terealisasi.
Kami meninggalkan Masjid Salman ITB dengan semangat dan harapan baru
semoga segera mendapatkan kos yang kami cari. Kali ini kami berencana
mencari di Cisitu Lama. Keluar dari Salman, kami mampir beli minum dulu
kemudian berjalan menuju Jalan Taman Sari untuk naik angkot. Sepanjang
jalan, kami mengamati pamflet-pamflet yang terpajang di pohon.
Aha! Ada satu pamflet yang cukup menarik! Ada kamar kosong, 400
rb/bulan, untuk muslimah, ada dapur, dah free listrik + air, hanya
sekali angkot kalau ke ITB. Saya pun menghubungi nomor yang tertera di
pamflet itu. Wah, masih ada kamar kosong! Tapi sayang, cuma tinggal
sekamar dan tidak boleh sekamar berdua! Lemes deh! Perjalanan berlanjut,
kembali menemukan pamflet dan menghubungi nomornya. Kali ini seorang
bapak yang menerima. Wah, masih banyak kamar kosong! Sumringah deh! Tapi
langsung lemes lagi gara-gara tahu harganya! Rp 1.500.000,-/bulan
dengan fasilitas seperti hotel bintang 5. Gubrak!
Ya sudah, akhirnya kami berjalan menuju jalan raya untuk naik angkot. Di
kanan kiri jalan banyak kuda cakep yang 'parkir'. Hehe... Sempat
dikagetkan juga dengan keberadaan seekor kuda yang tiba-tiba kepalanya
menoleh ke arah saya! Hmm...
Kami kembali naik angkot ungu menuju Cisitu Lama. Cuma kami berdua yang
jadi penumpang. Dari pak sopir, kami mendapat informasi kos. Kami pun
diberhentikan dengan hormat di Cisitu Lama gang I. Kata Pak Sopir, dari
Gang I sampai Gang VIII ada banyak kos. Sip, pencarian dimulai
kembali!!!
Berawal dari jalan kecil sebelum gang I kami mengawali pencarian. Tanya
sana-sini. Masuk dari 1 kos ke kos lain. Sayang, belum ketemu juga.
Puluhan kos kami gali informasinya. Kebanyakan masih penuh, baru
diperbaiki, tidak menerima bulanan, dan satu hal... Kebanyakan yang
bulanan adalah kos laki-laki! Memang benar sih, ITB didominasi
laki-laki. Total mungkin ada 50-an rumah kos (kurang dan lebihnya saya
mohon maaf nggak menghitung secara detail soalnya!) yang sudah kami
kunjungi hari ini. Man shabara zhafira (Siapa yang bersabar akan
beruntung)! Jangan berputus asa dari rahmat Allah! Jangan menyerah, Tik!
Tetap semangat! Itulah kata-kata motivasi yang saya letupkan dalam hati
untuk mengafirmasi diri.
Sampai akhirnya, saat waktu hampir menunjukkan pukul 15.00 (kereta kami
pukul 16.30) kami menemukan sebuah kos muslimah. Kami ketuk pintunya,
mengucapkan salam, dan keluarlah seorang ibu berjilbab. Kami menanyakan
apakah masih ada kamar kosong. Ternyata... Penuh!!! Sang ibu akhirnya
mengajak kami mengunjungi sebuah rumah berpagar merah. Ada seorang ibu
paruh baya yang keluar dari rumah itu. Alhamdulillah, ada sebuah kamar
kosong! Kata ibunya, memang buat kos tapi tahunan! Akhirnya saya lobi
untuk dua bulan ke depan. Alhamdulillah, ibunya setuju. Toh kami di sana
juga cuma sampai tanggal 20 Agustus (sebelum tahun ajaran baru).
Sang ibu hanya tinggal bersama suaminya. Mereka berdua ternyata atlet
bangsa yang luar biasa. Atlet lempar lembing dan satunya saya lupa!
Mereka berdua telah menyumbangkan banyak medali buat bangsa ini.
Terbukti dengan banyaknya medali yang dipajang dan beragam foto mereka
berdua di berbagai belahan dunia. Ah, saya kagum! Apalagi di usia senja
mereka, masih menjadi ketua RT!
Kami diberi kebebasan menggunakan dapur (horeeee! Bisa masak!), kulkas,
air, sofa, dll. Alhamdulillah, kosnya juga dekat masjid. Namanya masjid
Ar-Rahim. Minimal kami bisa menggunakannya selama Ramadhan (meski
sekali-kali kami pun ingin menjadikan Masjid Salman ITB sebagai tempat
beraktivitas selama Ramadhan nanti). Setelah membayar DP, kami bermaksud
balik ke Jakarta. Subhanallah, si ibu memberi kami sekotak black forest
sebagai bekal perjalanan. Maklum, hari itu pas mau diadakan rapat RW di
rumah beliau. Wah, kejatuhan durian runtuh nih! Setelah keluar dari
rumah tersebut, ternyata kosnya juga dekat dengan jalan raya untuk naik
angkot, dekat counter, fotocopy, laundry, rental. Sip deh!
Pukul 15:45 kami sampai di Kartika Sari depan stasiun Bandung. Saat itu
kami juga mendapat kabar kalau Mbak Silvi cs juga sudah dapat kost.
Sayang, mereka juga ada tawaran kos buat kami di saat kami sudah
menemukan! Ya sudahlah... insya Allah, semoga masing-masing mendapatkan
yang terbaik. Setelah beli oleh-oleh, saya dan Mbak Dy menuju foodcourt
untuk membeli mie kocok! Hihi, krupuknya berwarna pink! Hanya 10 menit
makannya. Pukul 16.10, kami jalan menuju stasiun. Alhamdulillah, sampai
juga di dalam kereta. Bismillahi tawakaltu 'alallah... Akhirnya pukul
16.30 kereta Argo Parahyangan itu meninggalkan Bandung dan menuju
Jakarta...
Alhamdulillah... Petualangan hari ini sungguh luar biasa. Insya Allah,
hari-hari ke depan masih banyak lagi petualangan yang harus kami jalani
di kota Kembang ini. Hmm, semoga senantiasa diberi kemudahan dan full
barokah dari Allah. Terlebih nanti tepat saat bulan Ramadhan. Biarlah
semua yang kami alami menjadi pelajaran berharga dalam hidup. Menjadi
bekal yang mendewasakan kami dan menjadi inspirasi yang mengingatkan
kami sebagai kesyukuran atas segala nikmat-Nya. Yakin saja, di balik
setiap kesulitan pasti ada kemudahan. Jangan berputus asa dari rahmat
Allah dan yakin bahwa pertolongan Allah sangat dekat dan hadirnya kerap
tak terduga. Semangat Sukses (S2)!!!
Jakarta, 120611
Aisya Avicenna