Home /
Institut Ibu Profesional (IIP)
|
Ayah-Ayah Terbaik dalam Hidup Saya |
|
|
Ngger putraku kembar kang kinasih
Siro iku wus winengku priyo
Trisno lahir lan bathine
Ngedohake ing panyendhu
Guyub rukun kang tansah diudi
Mrih tentreming kluargo
Jumbuh kang ginayuh
Setyo tuhu marang garwo
Sujud syukur mring Gusti Kang Moho Suci
Slamet ndonyo akherat
"Setiap anak diberikan kelebihan dan kekurangan. Buat apa sombong kalau di antara kelebihan kita juga ada kekurangan."
Itulah salah satu pesan yang saya dapat saat sepekan lalu tepatnya pada hari Ahad (24/9) saat nonton bareng (nobar) film "Jembatan Pensil" di CGV Blitz, Dmall Depok bersama anak-anak yatim Depok yang digelar Institut Ibu Profesional (IIP) Depok bekerja sama dengan Komunitas Pecinta Film Islami (KOPFI). Sebelum memutuskan untuk nonton, saya melihat trailer filmnya. Duh, nonton trailernya aja dah bikin baper dan penasaran.
Film "Jembatan Pensil" bercerita tentang persahabatan lima orang anak, yakni Ondeng (Didi Mulya), Azka (Azka Marzuki), Yanti (Permata Jingga), Nia (Nayla D. Purnama), dan Inal (Angger Bayu). Ondeng memiliki keterbatasan mental, sementara Inal tuna netra. Tapi keterbatasan itu tidak menyurutkan ikatan persahabatan mereka. Meski sering kena bully dari Attar (Vickram Priyono), Ondeng dan keempat sahabatnya tidak menghiraukannya dan tetap bersikap baik pada Attar. Mereka bersekolah di SD Towea yang berada di tepi pantai.
Rumah Azka, Inal, Yanti, dan Nia jauh dari sekolah sehingga untuk sampai ke sekolah mereka harus berjalan kaki dan melewati jembatan yang rapuh. Sementara itu, Ondeng akan menunggu mereka di ujung jembatan sambil mengawasi mereka menyeberang dan memastikan semuanya selamat. Meskipun Ondeng memiliki keterbelakangan mental tetapi hatinya baik. Satu hal lagi, Ondeng juga pintar menggambar.
Kisah dimulai saat Pak Guru (Andi Bersama) mengabarkan ke para murid bahwa anaknya, Aida (Alisia Rininta) akan pulang dan membantunya mengajar. Anak-anak sangat antusias dengan hadirnya guru baru. Ondeng dan kawan-kawannya pun semakin semangat.
Keesokan harinya saat Aida datang dan turun tari kapal, tasnya jatuh ke laut. Ini menjadi awal pertemuannya dengan Gading (Kevin Julio). Gading membantu Aida mengambil tasnya. Aida yang kebingungan karena dia tidak mendapatkan mobil sewa yang bisa mengantarnya ke rumah, akhirnya Aida naik kapal nelayan milik Gading dan Bapaknya Ondeng.
Saat kapal merapat esok harinya, Ondeng telah berdiri di tepi dermaga menunggu Bapaknya. Ondeng melakukannya setiap hari karena dia sangat menyayangi Bapaknya, Ondeng takut kehilangan Bapaknya karena Sang Ibu sudah meninggal dunia. Setelah Ondeng bertemu Bapaknya dan ikut ke pasar ikan, ia pun berangkat naik mobil box. Aida ikut Ondeng. Aida ikut turun ketika tiba-tiba Ondeng turun dan berkata akan menjemput teman-temannya.
Aida terkejut saat menyaksikan Azka, Inal, Yanti, dan Nia harus menyeberangi jembatan rapuh dengan menggantung sepatu di pundak. Mereka tidak memakai sepatu saat ke sekolah agar sepatunya tetap awet. 😥😥😥
Kedekatan Gading dan Aida tidak disetujui Ibu Aida, Bu Farida (Meriam Belina). Bu Farida, yang notabene perajin songket, lebih memilih Arman (Agung Saga) karena dia memiliki peternakan sapi.
Meski begitu, Gading tetap membantu Aida termasuk saat mengajar. Kehadiran Aida memberi warna baru dalam kegiatan sekolah Ondeng dan kawan-kawannya. Aida, dibantu Gading, sering mengajak mereka belajar dari alam. Hingga suatu ketika, Aida menantang anak-anak untuk menuliskan mimpi mereka. Mimpi sederhana Ondeng adalah ingin membuatkan jembatan untuk keempat sahabatnya. Ondeng menggambar jembatan impiannya, yang ia namakan Jembatan Pensil. Ondeng pun menabung untuk mewujudkan impiannya. ðŸ˜ðŸ˜ðŸ˜
Ondeng sangat menyayangi Bapaknya. Pernah sang Bapak berkata bahwa cintanya seperti sebutir jagung, ditanam akan berkembang, dari sebutir menjadi puluhan kemudian berkembang jadi ratusan, ribuan, jutaan, milyaran bahkan sampai tak terhingga.
Ondeng sangat terpukul ketika suatu hari Bapaknya tenggelam dan meninggal dunia saat melaut. Gading meyakinkan Ondeng bahwa ia akan tetap menjaga Ondeng seperti keluarganya sendiri. Akhirnya Ondeng mau tinggal bersama Gading.
Suatu hari, saat Azka, Inal, Nia, dan Yanti menyeberang, jembatannya roboh sehingga mereka berempat jatuh ke sungai. Ondeng yang menunggu mereka di seberang jembatan langsung menyebur ke sungai dan menolong keempat temannya. Akhirnya mereka berlima terlambat datang ke sekolah. Saat itu sedang upacara. Dengan berlari mereka menuju sekolah, Ondeng menggendong Inal. Saat sampai, mereka langsung berdiri tegak dan hormat pada bendera karena saat itu memang sedang upacara, padahal seragam mereka basah kuyup. ðŸ˜ðŸ˜ðŸ˜
Masyaa Allah kisah perjuangan mereka sangat luar biasa. Film ini sangat cocok ditonton bersama keluarga, sangat direkomendasikan untuk ditonton keluarga. Para orang tua bisa mengajak anak-anaknya karena banyak pesan moral yang bisa diambil dari film ini dan insya Allah bisa memotivasi anak-anak untuk lebih bersemangat saat menuntut ilmu. Dalam film ini kita akan disuguhi pemandangan yang sangat menakjubkan di Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara. Banyak scene pemandangan indah seperti laut, pantai, dan juga goa-goa bersejarah yang belum banyak kita ketahui.
|
Sebelum dimulai, ngemil dulu bareng adik-adik |
Pada saat nobar ini juga dihadiri oleh Azka dan sang sutradara film (Hasto Broto). Pasca nonton, ada bagi-bagi doorprize dan foto bareng.
Oh iya, apakah Ondeng berhasil mewujudkan impiannya?
Ada satu perkataan inspiratif yang disampaikan Gading pada anak-anak, "Sebatang pensil kita bisa menuliskan apa saja di atas kertas. Hal baik maupun hal buruk. Meski tulisan itu bisa dihapus, tp kebaikan atau keburukan itu akan membekas. Demikian juga manusia, baik dan buruknya perbuatan pasti akan meninggalkan bekas di mata orang lain."
**
Malam hari setelah nobar, saya mengirim DM di IG Didi (@ondidimulya), pemeran Ondeng. Alhamdulillah, Didi menjawab beberapa pertanyaan saya dengan sangat ramah.
Ternyata film "Jembatan Pensil" ini adalah film keduanya, sebelumnya ia pernah membintangi film "23.59" pada tahun 2014 di bawah Rudi Soedjarwo.
Didi berujar bahwa semua scene dalam film ini sangat berkesan dan selain pemandangan alam di sana bikin kangen, kerja sama dengan kru dan masyarakat di sana juga baik semua menyambut dengan antusias yang positif.
Adegan yang paling membuat Didi selalu mengingatnya sampai sekarang adalah saat adegan yang mengharuskannya nyebur tenggelem di mana dia gak pintar berenang hanya bisa mengapung saja dan scene saat naik sampan, belajarnya dadakan langsung dengan nelayan lokal di sana tapi alhamdulillah berjalan lancar
Harapan Didi dengan adanya film Jembatan Pensil ini adalah yang pasti dapat diterima dengan baik bagi penikmat film di Indonesia dan bisa menginspirasi semua penonton lewat cerita dari film Jembatan Pensil ini, sekaligus supaya bisa membuka jalan bagi Didi untuk bisa berkarya lagi
Yuk, jangan lupa nonton film Jembatan Pensil!
Aisya Avicenna
#IbuProfesionalDepok
#kelasminatmenulisiipdepok
#nobariipdepok
#NHWtestimonifilmJembatanPensil
NHW#9_ETIKA SURYANDARI_IIP DEPOK
Setelah menemukan passion (ketertarikan minat) kita ada di ranah mana, saatnya mulai
melihat isu sosial di sekitar untuk membuat solusi terbaik di keluarga dan
masyarakat.
Rumus yang dipakai
PASSION + EMPHATY = SOCIAL VENTURE
NHW#8_ETIKA SURYANDARI_IIP DEPOK
Setelah di materi sesi #8 kami
belajar tentang bagaimana pentingnya menemukan misi hidup untuk menunjang
produktivitas keluarga. Maka saat ini kita akan lebih menggali bagaimana
menerapkannya secara teknis sebagai berikut:
NHW#7_ETIKA SURYANDARI
Alhamdulillah, sudah memasuki NHW#7, perjalanan di kelas matrikulasi sudah
cukup jauh ya. Tetap semangaaaat!!! Setelah berusaha mengetahui diri sendiri lewat
NHW-NHW sebelumnya, dalam NHW kali ini akan mengkonfirmasi apa yang sudah ditemukan
selama ini dengan tools “Temu Bakat” yang sudah dibuat oleh Abah Rama di
Talents Mapping kemudian segera mencocokkan hasil temu bakat tersebut dengan
pengalaman yang sudah pernah ditulis di NHW#1 – NHW#6. Semua ini ditujukan
agar bisa masuk di ranah produktif dengan BAHAGIA.
Bisa saya bilang, NHW kali ini sangaaaat seru... Yuk, simak hasilnya!
NHW #6_Etika Suryandari_IIP Depok
Pada Matrikulasi IIP yang ke-6, kami masuk dalam tahap “belajar
menjadi manajer keluarga yang andal. Mengapa harus melewati tahap tersebut?
karena hal ini akan mempermudah kami untuk menemukan peran hidup kita dan
semoga mempermudah kami dalam mendampingi anak-anak menemukan peran hidupnya.
Ada hal-hal yang kadang mengganggu proses kita menemukan peran
hidup yaitu RUTINITAS. Menjalankan pekerjaan rutin yang tidak selesai, membuat
kita merasa sibuk sehingga kadang tidak ada waktu lagi untuk proses menemukan
diri.
NHW#5_Etika Suryandari_IIP Depok
Setelah
mempelajari tentang “Learning How to Learn” maka di NHH #5 kali ini kami
diminta untuk praktik membuat “Desain Pembelajaran” sendiri. Sebelum membuat
“Desain Pembelajaran”, saya mulai dengan mencari referensi tentang apa itu
“Desain Pembelajaran”. Berhubung belum sempat ke perpustakaan untuk mencari buku
terkait, akhirnya saya berselancar di dunia maya.
NHW#4_Etika Suryandari_Depok
Pada IIP pertemuan keempat, kami mendapat materi
tentang “Mendidik Anak dengan Kekuatan Fitrah”. Saatnya mengerjakan NHW nih...
Yuk, diintip!
NHW#3_Etika Suryandari_Depok
Alhamdulillah,
Penugasan NHW kali ini sangat istimewa. Di minggu ketiga ini, peserta Kelas Matrikulasi IIP mendapat penugasan
tentang membangun peradaban dari dalam rumah. Di bagian pertama, kami diminta
untuk menulis surat cinta kepada suami. Hihi,
sebenarnya sih saya dah beberapa kali nulis surat cinta ke suami, tapi demi
tugas ini saya buat dengan konten yang lebih spesial.
Yuk
ah, disimak aja hasil tugasnya
Assalamu’alaikum
Wr. Wb.
Haluuu
Kakanya Didi, apa kabar? Insya Allah selalu dalam kondisi sehat wal’afiat ya..
Kaka,
beberapa detik lagi kita akan melangkah ke tanah suci, salah satu impian
terbesar dalam hidup kita akan terwujud. Dag dig dug deh rasanya. Semuanya atas
izi Allah. Semoga perjalanan keren kita kali ini diridhoi Allah dan mendapat
barokah-Nya. Aamiin...
Kaka, tak
terasa ya kita sudah 5 tahun menikah. Bagaimana rasanya punya istri kayak Didi?
Maaf ya. Didi belum bisa jadi istri yang sempurna di mata Kaka, tapi Didi insya
Allah akan selalu berusaha memperbaiki diri dengan sepenuh cinta yang sempurna
untuk Kaka..
I LOVE YOU
BEDEBEK DAH
Alhamdulillah
memasuki pekan kedua di kelas matrikulasi Institut Ibu Profesional dengan
materi “Menjadi Ibu Profesional Kebanggaan Keluarga”. Nah nice home work-nya
tentang indikator profesionalisme seorang perempuan dalam perannya sebagai
individu, istri, dan ibu.
NHW#1_Etika Suryandari_IIP Depok
Setelah mengikuti pertemuan perdana dan diskusi pada
Matrikulasi Institut Ibu Profesional (IIP) Depok yang telah dilaksanakan pada
tanggal 15 Mei 2017 kemarin, saatnya mengerjakan Nice Home Work (NHW).