SENYUM TERKEMBANG DI LEMATANG
Sering suami berkisah bahwa semasa kecilnya dulu suka bermain di sungai Lematang. Sungainya jernih, berarus deras, dan lebih asri sekitarnya. Namun, sekarang banyak perubahan. .
Suatu hari saya diajaknya menikmati sungai yang menjadi salah satu icon di tempat kelahirannya itu. Hingga terciptalah puisi ini yang mungkin mewakili isi hatinya. .
Senja urung jingga sempurna
Sendu termangu menatap angkasa
Di sini raga menyendiri
Berteman riak anak Sungai Musi
Duduk di atas batu besar
Menatap anak-anak dusun berkelakar
Bayang masa kecil menyapa
Senyum terkembang bahagia
Bersama kawan bercengkerama
Berenang dan melompat di sungai
Menikmati riaknya hadirkan damai
Lematang selalu bisa menautkan hati
Pada jiwa-jiwa yang terpisah jarak
Pada hati yang merindu kembali
Pada asa yang ingin menapak jejak
Tuk kembali ke tanah kelahiran
Atau sekadar menyapa kampung halaman
Lematang sayang...
Memang tak seperti dulu
Indahnya tlah tereksploitasi
Pasir dan kerikil diangkut sesuka hati
Air mengering, daun meranggas, Lahat memanas
Rakyat cemas, harusnya mau bergegas
Membenahi Lematang...
Menyayangi Lematang... Lematang sayang...
Tersenyumlah, kami mulai berbenah
Memolesmu dengan apik
Dengan taman-taman nan cantik
Membuatmu kian menarik
Duhai kawan..
Sayangi Lematang...
Agar senyum generasi mendatang
Makin terkembang kala memandang
Cantiknya Sungai Lematang.
Mari kite jage ayek Lematang
KUCEL
Sebelumnya, saya pernah bercerita tentang Krimi. Seekor kucing ajaib yang membersamai saya ketika tinggal di Depok. Bisa dibaca di postingan saya pekan lalu ya. 😻
Saat pindah ke Bogor, ternyata Allah takdirkan untuk bersua dengan kucing ajaib lain yang gerak-geriknya mirip dengan Krimi. Ketika saya pulang kantor, dia menyambut dengan antusias. Tatkala buka pintu, dia akan gegas masuk rumah mengalahkan kecepatan cahaya. Suaranya pun mirip dengan Krimi. Wkwk.. . 😻
Namanya Kucel. Bukan karena penampilannya yang kucel, tapi karena dia seperti pakai celak mata.
Kucel : kucing celak.
KAOS KAKI CINTA
Sore ini Sarah belanja sepatu di sebuah toko. Tak lupa dia beli kaos kaki beberapa pasang. Sejak berhijab sebulan lalu dan sedang belajar untuk hijrah ke arah yang lebih baik, Sarah mulai belajar mengenakan busana muslimah syar'i. Apalagi saat pekan kemarin ada kajian yang membahas aurat muslimah. Sarah tergugah untuk mulai memakai kaos kaki saat beraktivitas di luar rumah. 💙
Keluar dari toko tersebut, ada anak perempuan yang mendekatinya menawarkan tisu. Sarah membeli sebungkus. Saat hendak mengambil uang di dompet, perhatian Sarah tertuju pada kaki anak itu. Dia mengenakan sandal jepit tapi berkaos kaki. Dugaan Sarah kaos kaki itu sebelumnya berwarna putih. Akan tetapi sekarang sudah berubah warna menjadi kecoklatan. Ditambah ada beberapa lubang di kaos kaki tersebut. 💙
Sarah tertegun dalam rasa haru. 💙
.
DUA SEJOLI
SARAPAN
Pagi yang cerah. Aku sudah berdiri di pertigaan komplek menanti seseorang. Bukan menanti kehadiran tukang sayur atau penjual bubur ayam keliling.
"Wah, itu dia. Kakak berjilbab biru sudah membukakan pintu." Dengan setengah berlari, aku masuk ke halaman rumah kakak itu." Terbukanya pintu rumah kakak berjilbab biru itu menjadi suatu momen yang kunantikan tiap hari.
"Hai Jeje, mana Juju kok nggak diajak?" Sapa si kakak ramah sambil mengusap badanku dan menuangkan sarapan favoritku.
Juju adalah saudari kembarku. Sayang, dia lebih asyik main di komplek sebelah dan tidak mau kuajak ke rumah kakak ini.
Saat tengah asyik menikmati sarapan, datang dua tante heboh yang juga tak mau kalah menagih jatah sarapannya. Kedua tante itu sedang hamil. Mungkin karena bawaan hamil juga, mereka menatapku sinis karena sudah sarapan terlebih dahulu.
Rasanya ingin segera menghabiskan sarapan dan kabur dari situ sebelum kena omel emak-emak yang tengah dilanda lapar.
PERANTAU
Ahad pagi, saat hendak pergi, saya lihat bu RT sedang membeli jamu. Bukan jamu yang digendong seperti penjual jamu pada umumnya. Ibu penjual jamu ini naik motor. Keren, ya? Penjual jamu zaman now! . 🎒
.
Saya ikut bergabung membeli jamu dengan Bu RT. Saya pun kepo pada si penjual. "Bu, aslinya dari mana?" Beliau antusias menjawab, "Dari Tawangsari, Sukoharjo." Saya sumringah, "Wah, deketan dong sama saya. Saya dari Wonogiri. Sekarang tinggal di mana, Bu?" "Di warung bakso depan komplek itu lho, Teh. Yang jual bakso itu suami saya," jawab si Ibu. "Ibu dah berapa lama tinggal di Bogor?" tanya saya lagi. "Sudah lama, Teh. 22 tahun," jawab si Ibu sambil menyodorkan jamu pahit campur pesanan saya.
Bakso depan komplek yang notabene milik suami ibu penjual jamu 'nyentrik' itu sangat laris dan memang terkenal enak. Bahkan tempat dagangnya sangat 'wow'. Perjalanan mereka selama 22 tahun merantau sampai detik ini tentunya penuh dengan kerja keras.
Pada hakikatnya, bukan berapa lama kita merantau, bukan berapa pundi rupiah yang telah berhasil kita dapatkan dan kumpulkan, tapi seberapa besar manfaat yang telah kita sebarkan pada sekitar. Baik di tempat perantauan kita maupun di tempat kelahiran yang kita tinggalkan.
Orang berilmu dan beradab tidak akan diam di kampung halaman.
Tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang.
Merantaulah, kau akan dapatkan pengganti dari kerabat dan kawan.
Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang. ~ Imam Syafi'i
Saya tidak akan bertanya berapa lama sahabat merantau, tapi pertanyaan saya adalah : kalau beli jamu, suka beli jamu apa? 🤭
CALON PRESIDEN DAN VISI MISI HEBATNYA
Sekelompok masyarakat menunjuknya sebagai calon presiden. Dia menerima amanah itu dan menyiapkan visi misi yang nantinya akan dijalankan jika terpilih. Dia dan tim suksesnya yang menyusun. Tentu, porsi ide sang capres jauh lebih banyak dibanding ide timsesnya. Tibalah saat pemaparan visi misi di dua tempat, yakni di dalam ruangan dan di terminal. Terminal dipilih karena diketahui masih banyak masyarakat yang apatis akan adanya proses demokrasi pergantian kepemimpinan ini. Sang capres dengan gamblang menyampaikan visi misinya. Bahkan dia merumuskannya dalam satu kata, HEBAT. HEBAT kependekan dari Harmonis, Edukatif, Berani, Aktif, dan Terdepan. Sang capres ingin kelak nantinya 'negara kecil' yang dipimpinnya memiliki masyarakat yang harmonis, berpendidikan baik, berani dalam kebenaran, aktif dalam hal positif, dan terdepan dalam prestasi.
Suatu hari, dalam debat capres, sang capres ini dipertemukan dengan kandidat capres lainnya. Debat tersebut dimanfaatkan sekelompok oknum yang punya niat licik untuk mempermalukan sang capres ini di hadapan masyarakat umum yang kebanyakan masih apatis.
Ada sebuah kontrak politik sangat sulit yang disodorkan oknum tersebut pada sang capres. Oknum itu menantang semua capres untuk menandatanginya. Sang capres menanyakan mana materainya kepada si oknum. Berubahlah wajah si oknum karena dia tidak menyiapkan materai itu.
Sang capres mengeluarkan selembar materai dari dalam dompetnya. Dia berujar dengan lantang, "Saya sudah menyiapkan materai ini jauh-jauh hari sebelum ada kontrak politik ini." Saat si oknum baru membeli materai dan capres lain belum menandatangi kontrak politik, capres HEBAT sudah lebih dulu tanda tangan dengan materainya.
Masyarakat memberikan tepuk tangan riuh pada sang capres.
Si oknum pucat pasi.
Pasca itu, elektabilitas sang capres meroket tinggi.
Dia pun terpilih menjadi presiden.
Alhamdulillah, capres itu kini jadi presiden di rumah tangga kami 😍. .
Kisah ini terinspirasi dari kisah beliau saat jadi capres mahasiswa di kampus UNSRI Palembang. .